Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara, Begini Peran Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah
Suami artis Sandra Dewi itu dinyatakan bersalah melakukan Korupsi pengelolaan tata niaga timah.
Pengusaha Harvey Moeis divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp1 miliar dalam kasus korupsi komoditas timah. Suami artis Sandra Dewi itu dinyatakan bersalah melakukan Korupsi pengelolaan tata niaga timah.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta juga memerintahkan Harvey Moeis membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Curhatan Harvey Moeis: Sang Istri Sandra Dewi Dicaci, Hilang Karir dan Paling Dirugikan dari Kasus Timah
- Tolak Cincin Tunangan dan Kawin Disita dalam Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis, Sandra Dewi: Itu Sakral
- Hari Ini, Sandra Dewi Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Harvey Moeis
- Harvey Moeis Suami Artis Sandra Dewi Jadi Tersangka Korupsi Tata Niaga Timah
Dengan ketentuan, jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun, dan pidana denda sejumlah Rp1 milar subsider 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12).
Peran Harvey Moeis Dalam Kasus Korupsi Timah
Berdasarkan fakta persidangan, Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) menginisiasi untuk mengadakan kerja sama sewa alat procesing untuk pengelolaan timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah, Tbk. Bahkan dia berperan melakukan kepanjangan lima perusahaan tersebut kepada PT Timah Tbk.
"Melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam," jelas Jaksa.
Setelah kesepakatan dengan PT Timah Tbk, kelima perusahaan itu bisa menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Dengan diterbitkannya surat tersebut, kelima perusahaan tersebut bisa melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah, Tbk.
Padahal, program penyewaan alat procesing pengelolaan timah hanya akal-akalan saja. Setelah ada kesepakatan kerja sama itu, Harvey Moeis jadi penampung untuk pembayaran sewa peralatan timah oleh lima perusahaan tambang.
Harvey kemudian meminta agar uang yang ditransfer ke dirinya dengan menggunakan mata uang asing.
"Harvey Moeis meminta kepada Tamron alias Aon, Suwito Gunawan alias AWI, Robert Indarto, Fandi Lingga alias Fandi Lim yaitu uang sebesar USD 500 sampai dengan USD 750/ Mton dengan alasan adanya biaya pengamanan kemudian disepakati oleh keempat orang tersebut," beber Jaksa.
Mekanisme pengumpulan uang sewa peralatan itu seolah-olah untuk kegiatan corporate social responsibility (CSR) melalui Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.Uang tersebut ditransfer oleh para perusahaan smelter ke rekening money changer tempat Helena Lim bekerja, PT Quantum Skyline Exchange.
Selain itu, Harvey Moeis juga menyamarkan uang tersebut dengan mentransfer dari rekening PT Quantum Skyline Exchange ke sejumlah rekening. Di antaranya ada rekening sang istri, Sandra Dewi.
Harvey Moeis juga menyepakati untuk melakukan penggelembungan harga untuk penyewaan peralatan penglogaman timah bersama tersangka lainnya. Sehingga dalam penyewaan tersebut, PT Timah Tbk harus membayar uang sewa peralatan seharga Rp3 triliun.
Atas kesepakatan tersebut, sebanyak lima perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Timah Tbk, mendapatkan crude tin 63 juta Kilogram bijih timah ilegal. Pun biji timah yang didapatkan tersebut berasal dari kolektor ilegal yang pada akhirnya dibeli lagi oleh PT Timah Tbk.