DP mobil pejabat banjir kecaman, Istana salahkan dinamika ekonomi
"Memang dinamika proses pengambilan keputusan sering kali kalah cepat dengan dinamika perubahan yang berkembang."
Dinamika ekonomi dituding menjadi salah satu alasan yang dipakai Istana soal Perpres 39 Tahun 2015 tentang Kenaikan Tunjangan Uang Muka Mobil Pejabat Negara yang menuai reaksi pro dan kontra. Proses pengambilan kebijakan soal DP mobil ini menjadi masalah karena terlalu lamban dalam memutuskannya. Padahal, usulan kenaikan uang muka mobil pejabat negara itu sudah sejak 5 Januari 2015.
"Memang dinamika proses pengambilan keputusan sering kali kalah cepat dengan dinamika perubahan yang berkembang di masyarakat. Termasuk dinamika ekonomi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/4).
Menurut Pratikno, kondisi akan berbeda apabila Perpres dikeluarkan pada Januari lalu. Sebab kondisi ekonomi pada Januari 2015 tak seburuk sekarang.
"Jadi pada waktu itu teks Perpres yang ditandatangani 2015 ini situasinya memang tidak terlalu bermasalah untuk situasi awal Januari yang lalu. Perkembangan dua bulan terakhir kita menghadapi tekanan ekonomi global yang cukup mengganggu ekonomi Indonesia. Sekarang situasinya sudah kurang begitu kondusif. Karena itu diputuskan untuk dikembalikan ke Perpres yang lama," papar Pratikno.
Lebih jauh, Mantan Rektor UGM itu menegaskan, pemerintah telah menyiapkan Perpres baru untuk mencabut atau membatalkan Perpres 39 Tahun 2015 ini. Dalam waktu dekat, Perpres 39 Tahun 2015 akan dibatalkan.
"Itu disiapkan oleh Seskab (Andi Widjajanto). Dalam waktu dekat ini," tuturnya.
Sebelumnya, terbitnya Perpres Nomor 39 tahun 2015 tentang Tunjangan Uang Muka Kendaraan Bermotor Perorangan Pejabat Negara menuai kritik. Sekretariat Kabinet memaparkan bahwa usulan kenaikan uang muka tersebut pertama kali diungkap oleh Ketua DPR RI Setya Novanto.
Melalui situs resmi www.setkab.go.id, Setkab mempublikasikan 'Kronologis Lahirnya Perpres Kenaikan Tunjangan Uang Muka Kendaraan Pejabat Negara' pada 2 April 2015. Dalam publikasinya tersebut dipaparkan bahwa Setya Novanto mengirim surat dengan nomor AG/00026/DPR RI/I/2015. Isi surat yang bertanggal 5 Januari 2015 itu adalah meminta dilakukan revisi besaran tunjangan uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan.
Ada pun nominal yang diminta oleh Setya Novanto dalam suratnya yakni sebesar Rp 250.000.000 untuk uang muka kendaraan. Sementara dalam Perpres No. 68/2010 yang mengatur sebelumnya adalah Rp Rp 116.500.000.
Menindaklanjuti surat Setya Novanto tersebut, Seskab Andi Widjajanto kemudian mengirim surat kepada Menkeu Bambang Brodjonegoro untuk memberikan pertimbangan. Surat yang dikirimkan oleh Andi bernomor B.49/Seskab/01/2015 pada tanggal 28 Januari 2015.
Kemudian Bambang membalas permintaan Andi dengan mengirim surat dengan nomor S-114/MK.02/2015 tanggal 18 Februari 2015. "Dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yaitu tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisiensi, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, maka besaran fasilitas uang muka bagi pejabat negara pada lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan adalah sebesar Rp. 210.890.000," tulis Bambang dalam surat balasan itu.
Atas dasar pertimbangan itulah Presiden Jokowi akhirnya menerbitkan Perpres No 39/2015 pada tanggal 20 Maret 2015. Perpres itu kemudian diundangkan oleh Menkum HAM Yasonna Laoly pada tanggal 23 Maret 2015.