DPD dan Kemenristek raker bahas pendidikan tinggi
Dalam raker tersebut dibahas tiga poin pokok serta evaluasi baik mengenai seleksi masuk Perguruan Tinggi Negri (PTN).
Masalah seputar pendidikan di Indonesia seperti tak pernah habis diperbincangkan. Mulai dari minimnya fasilitas di sekolah-sekolah di daerah terpencil, kasus bocor soal UN, hingga ijazah palsu menjadi sorotan betapa dunia pendidikan di Indonesia masih tergolong amburadul.
Melihat kenyataan itu, Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) melakukan rapat kerja (Raker) dengan Komite III DPD RI, Kamis (25/6) hari ini. Dalam raker tersebut dibahas tiga poin pokok serta evaluasi baik mengenai seleksi masuk Perguruan Tinggi Negri (PTN) pada 2015, rumah sakit pendidikan serta ijazah palsu, yang beberapa bulan belakangan ini menyita perhatian publik.
Dalam soal rumah sakit pendidikan, Menristek Dikti Mohammad Nasir menegaskan, terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi. Salah satunya adalah anggaran yang sudah sudah disiapkan namun dari pihak perguruan tinggi belum mengambil untuk melakukan proses pembangunan.
"RS pendidikan anggarannya sudah diberikan, dikucurkan malah (perguruan tinggi) gak berani, sama saja! Terjadi paranoid, di dalam pengambilan karena ketakutan. Selain itu ada ada juga yang rumah sakitnya sudah dibuka tapi peralatannya tidak ada," jelasnya di hadapan para senator Komite III DPD-RI.
Selain permasalah tersebut, sambung Nasir, Kemenristekdikti juga menghadapi beberapa kendala baik dalam kuantitas, kualitas, kualifikasi dan satus sumber daya manusia serta penyusunan program pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan pelayanan termasuk dalam hal pembiayaan.
"Ada juga permasalah baik dala bidang kelembagaan dan pedoman rumah sakit
PTN," tegas Nasir.
Lebih lanjut dia menyampaikan dalam kasus ijazah palsu, pihaknya sudah melakukan identifikasi soal jenis dan asal ijazah palsu tersebut. Pertama, ini dilakukan perorangan atau kelompok masyarakat yang tidak memiliki perguruan tinggi, kedua dilakukan perguruan tinggi yang tidak berizin dan menawarkan kemudahan serta perguruan tinggi berizin namun ada oknum di dalamnya yang memanfaatkan untuk ketidakbaikan.
Contoh kasusnya pernah terjadi di University of Barkley pada 2012 silam dimana salah satu staf administrasi dari Barkley lapor ke Polda Metro Jaya bahwa kampus tersebut tidak ada kegiatan pembelajaran. Pada 2013 Dirjen Dikti menjawab bahwa Barkley tidak memiliki izin serta diikuti pada 2014 Ditbelmawa meminta investigasi karena ada tanda tangan Dirbelmawa yang dipalsukan.
"Soal ijazah palsu ini sebenarnya kaitannya ada pada moral," kata Nasir.
Melihat berbagai kendala dan masalah yang disampaikan pimpinan rapat kerja sekaligus Ketua Komite III, Hardi Selamat Hood menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, Kemenristekdikti terus melakukan kajian secara komprehensif terkait kebutuhan rumah sakit pendidikan di berbagai daerah menyesuaikan terhadap situasi daerah dan upaya pemenuhannya.
Kedua melakukan upaya peningkatan kuantitas, kualitas, dan kualifikasi dari status sumber daya manusia di rumah sakit pendidikan serta melakukan tindakan tegas bagi lembaga lain dan oknum yang dengan sengaja mengeluarkan dan atau menggunakan ijazah palsu sesuai dengan kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Komite III DPD sebagai representasi daerah akan turut mendorong pemerintah daerah agar memenuhi tanggung jawabnya di bidang riset, teknologi dan pendidikan tinggi secara menyeluruh pada bidang anggaran pendidikan serta riset dan pengembangan teknologi di daerah," tutupnya.
Panthae rei, biarkan hidup berjalan dalam iramanya.