DPR Sentil Polri: Tinggalkan Cara Penyiksaan Untuk Dapat Keterangan Saksi
"Polisi masih melakukan itu, jadi tidak profesional karena proses modern pendekatan polisi sudah tidak ada lagi tuh di dunia memakai pendekatan menyiksa untuk mendapatkan keterangan," ujar Tobas saat dihubungi merdeka.com, Jumat (10/7).
Anggota DPR Komisi III DPR Taufik Basari menyoroti kejadian penganiayaan yang dialami Sarpan (57) saat menjadi saksi kasus pembunuhan, di Mapolsek Percut Sei Tuan oleh enam oknum personel polisi. Seharusnya, tak perlu terjadi dan harus ditinggalkan budaya penyiksaan dalam dapatkan keterangan.
Tobas sapaan akrabnya menilai, cara-cara penyiksaan seperti itu wajib ditinggalkan para aparat penegak hukum. Karena tidak mencerminkan sikap profesional serta bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM)
-
Apa yang dimaksud dengan radang tenggorokan? Radang tenggorokan, meskipun terdengar sepele, sering menghampiri anak-anak maupun orang dewasa. Tak jarang, kita mencari solusinya di dalam rumah, mengandalkan bahan-bahan alami. Ternyata, cara-cara nenek moyang kita yang berusia berabad-abad pun memiliki resep herbal untuk meredakan radang tenggorokan.
-
Kenapa singkatan penting? Secara umum, telah disebutkan bahwa singkatan berguna untuk efisiensi, yaitu mempermudah dan mempercepat komunikasi tertulis maupun lisan.
-
Apa yang dimaksud dengan Jaranan Pegon? Jaranan Pegon merupakan jaranan tradisional yang gerakannya lebih lemah lembut dibandingkan Jaranan Jawa dan Jaranan Sentherewe.
-
Kenapa Pemilu penting? Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
"Polisi masih melakukan itu, jadi tidak profesional karena proses modern pendekatan polisi sudah tidak ada lagi tuh di dunia memakai pendekatan menyiksa untuk mendapatkan keterangan," ujar Tobas saat dihubungi merdeka.com, Jumat (10/7).
Menurutnya, baik tersangka maupun saksi jangan sampai mengalami penyiksaan sebagaimana kejadian yang menimpa Sarpan. Maka sudah saatnya Institusi Polri mengubah budaya penyiksaan yang kerap terjadi oleh oknum polisi.
"Dukungan yang besar persoalan anggaran yang dibutuhkan Polri dalam hal melakukan kerja-kerjanya sudah diberikan. Nah dukungan ini harus berimbas pada output yang kita harapkan semua. Outputnya adalah mewujudkan sikap profesional, modern dan terpercaya atau Promoter itu, karena dukungan sudah diberikan," ungkapnya.
Padahal, lanjut dia, negara telah mengeluarkan dukungan yang luar biasa dalam mendukung kinerja kepolisian supaya lebih baik. Termasuk mengubah pola-pola lama dalam menjalankan tugas kenegaraan, termasuk penyiksaan untuk dapati keterangan.
"Kita baru lewati tanggal 26 Juni kemarin hari anti penyiksaan, lalu 1 Juli HUT Bhayangkara sampai ada pesan dari Presiden Jokowi. Tetapi pada waktu-waktu yang kemudian, seharusnya kita melakukan refleksi terhadap hukum tetapi malah terjadi kejadian ini," kata Politisi NasDem itu.
"Kami, dukungan politik, dukungan anggaran sampai kepemimpinan ada. Jadi bahan ini sudah lebih dari cukup. Maka kuncinya itu sudah di Polri mau rubah atau tidak, karena dukungan sudah lebih dari cukup," sambungnya.
Oleh sebab itu, dia menegaskan kepada institusi Polri seharusnya menghilangkan budaya penyiksaan. Terlebih dukungan dari berbagai pihak sudah sangat banyak.
"Peraturan, intruksi Presiden sudah ada untuk mengubah budaya ini sudah ada. Jadi sepertinya dari kejadian ini yang belum berubah adalah budaya kepolisiannya," jelasnya.
Kemudian, tambahnya bahwa praktek seperti ini sepertinya telah menjadi budaya yang harus ditinggalkan. Dimulai dari penindakan dan pemahaman polisi yang sudah harus kedepankan sains dari pada penyiksaan dalam mengumpulkan bukti.
"Jangan sampai kasus seperti ini hanya diselesaikan dengan bentuk-bentuk intruksi tetapi harus ad tindakan-tindakan tegas serta pelatihan pemahaman kepada setiap polisi. Jadi sudah harus dibuang jauh-jauh penyiksaan seperti ini walaupun membutuhkan waktu," katanya.
Kasus Penyiksaan Sarpan
Pada pemberitaan sebelumnya, Sarpan warga Medan ini ditahan 5 hari dan dipukuli dalam keadaan mata tertutup hingga disetrum. Padahal status tukang bangunan ini hanya sebagai saksi kasus pembunuhan terhadap kernetnya, Dodi Sumanto alias Dika. Dia baru dibebaskan setelah keluarga tetangganya berunjuk rasa menuntut pembebasannya.
Sementara dalam kasus pembunuhan Dodi, polisi telah menetapkan seorang tersangka, yakni, A (27). Motif peristiwa berdarah itu sakit hati karena tersangka kerap diejek korban.
Diketahui, Dodi yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan itu, mendatangi A. Keduanya terlibat pertengkaran, hingga A pukul kepalanya. Korban meninggal dunia di lokasi.
Saat ini, Polrestabes Medan menindaklanjuti laporan dugaan penganiayaan yang dialami Sarpan (57), saksi kasus pembunuhan, di Mapolsek Percut Sei Tuan. Enam personel yang bertugas di sana diperiksa, termasuk Kapolsek Otniel Siahaan dan Kanit Reskrim Luis Beltran.
"Laporan dari keluarganya bahwa yang bersangkutan disiksa personel Polri, Kapolseknya dan Kanitnya kita periksa. Ada enam (personel) yang kita periksa," kata Kapolrestabes Medan Kombes Pol Riko Sunarko kepada wartawan saat di Mapolrestabes Medan, Kamis (9/7).
Riko mengatakan, laporan dari Sarpan masih diselidiki. Termasuk pengakuan awal tukang bangunan itu bahwa dia tidak dapat memastikan pelaku penganiayaannya.
"Komitmen kami kalau anggota kami salah akan kami proses. Tapi pengakuan saudara Sarpan sendiri kepada saya langsung selesai membuat laporan dia dianiaya oleh tersangka lain yang ada di Polsek tersebut," ucapnya.
Meski Sarpan berada di Mapolsek Percut Sei Tuan selama 5 hari, namun Riko menyatakan pria itu tidak ditahan. "Kalau ditahan belum ada SP Han-nya," sebut Riko.
(mdk/rnd)