Duduk Perkara Ahli Waris Segel SD Inpres di Makassar Usai Menang Gugatan Berujung Siswa Tak Bisa ke Sekolah
Penutupan SD Inpres Pajjaiang dilakukan hingga tiga hari karena menunggu hasil perundingan antar ahli waris.
Siswa Sekolah Dasar (SD) Inpres Pajjaiang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar kini terpaksa belajar di rumah usai sekolahnya disegel ahli waris. Ahli waris menyegel SD Pajjaiang usai memenangkan gugatan dan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar tidak kunjung melakukan ganti rugi lahan.
- SD Inpres Pajjaiang Makassar Disegel, Ahli Waris Minta Ganti Rugi Rp14 Miliar
- Hanya Lulusan SMP dan Dua Kali Tidak Naik Kelas, Tak Disangka Pria Ini Sukses Jadi Pendiri Bisnis Waralaba Mendunia
- Kabur Setelah Tusuk Pria Saingan, Mahasiswi Penyuka Sejenis Ditangkap di Kampar
- Dulunya Tak Lulus Akpol, Pria Ini Berjuang 18 Tahun hingga Akhirnya Bisa Sekolah Perwira
Kuasa hukum ahli waris, Munir Mangkana mengaku sudah melakukan pertemuan dengan Dinas Pendidikan Kota Makassar terkait masalah ini. Dari pertemuan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Makassar Muhyiddin Mustakim meminta agar penyegelan dilakukan oleh ahli waris untuk dibuka supaya siswa bisa kembali belajar.
"Hasil pertemuan, sementara kita masih menunggu beberapa ahli waris lagi membuat kesepakatan baru. Nantinya kesepakatan ahli waris ini akan kita sampaikan ke Pemerintah Kota seperti apa kesepakatannya," ujarnya kepada wartawan.
Mantan Anggota DPRD Makassar ini menegaskan ahli waris melakukan penyegelan berdasarkan pasal 66 putusan Mahkamah Agung (MA). Bahkan, kata Munir, langkah Pemkot Makassar yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) tidak menggugurkan putusan MA.
"Jadi peninjauan kembali itu tidak menggugurkan ketika kita melakukan eksekusi itu terkait pasal 66 MA. Itu tidak dapat menghalangi," tegasnya.
Munir menegaskan, ahli waris akan tetap melakukan eksekusi lahan jika Pemkot Makassar tidak memiliki niat baik. Munir tidak mengetahui bukti baru apa yang dibawa Pemkot Makassar untuk mengajukan PK.
"Melakukan PK itu, berarti upaya hukum kembali yang tentunya Pemkot mempunyai bukti baru. Tetapi kita belum tahu apakah Pemkot sudah melakukan PK, kita belum tahu ada bukti (baru)," sebutnya.
Munir menambahkan berdasarkan putusan MA, Pemkot Makassar harus segera membayar uang ganti rugi dan bukan mengosongkan tanah yang di tempati sekolah terdebut.
“Putusan MA itu menyebutkan segera membayar ke ahli waris, segera membayar, bukan mengosongkan. Tentunya nilainya sesuai NJOP, 8.100 meter, kurang lebih Rp 1,5 juta per meter. Kurang lebih Rp14 Miliar,” bebernya.
Sementara Ahli Waris, Firman mengungkapkan gugatan pertama kali diajukan pada tahun 2018. Dari gugatan yang diajukan, Firman mengaku menang dari tingkat pertama hingga banding.
"Seiring berjalannya waktu, gugatan Pemkot Makassar kalah di tingkat pertama, melanjutkan banding. Bahkan Pemkot mengajukan PK di MA," tuturnya.
Permasalahan muncul, saat pihak ahli waris yang mempertayakan belum adanya putusan PK dari Mahkamah Agung meski sudah lima tahun berlalu.
"Pertanyaannya, kenapa putusan PK-nya lama sekali hampir lima tahun," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar Muhyiddin Mustakim mengatakan saat ini proses belajar mengajar di SD Inpres Pajjaiang dilakukan secara daring selama tiga hari. Hal itu dilakukan, pihak ahli waris tetap ngotot untuk menyegel SD Inpres Pajjaiang.
"Saya menyampaikan kepada orang tua siswa dan guru, kita melakukan proses pembelajaran di rumah selama tiga hari atas permintaan (ahli waris)," tuturnya.
Muhyiddin menjelaskan penutupan SD Inpres Pajjaiang dilakukan hingga tiga hari karena menunggu hasil perundingan antar ahli waris.
"Alasan tiga hari, karena masih berunding dulu (ahli waris). Dia bakal melakukan dulu pertemuan, karena masih ada ahli waris yang diminta keputusannya," ungkapnya.
Meski demikian, Muhyiddin meminta kepada ahli waris untuk mencopot spanduk tuntutan segera dilepas. Ia berharap permasalahan SD Inpres Pajjaiang bisa cepat selesai.
"Kami minta, papan bicara tetap dibuat dan diperbaiki. Jangan terlalu banyak papan bicara cukup di luar saja," ucapnya.
"Kita menunggu hasil PK-nya. Nanti hasil PK itu menjadi dasar apapun putusan di situ. Kita harus duduk bersama yang perlu dipikirkan," imbuhnya.