Eks komisioner sebut KPU sulit netral, banyak terima suap dari caleg
Eks komisioner sebut KPU sulit netral, banyak terima suap dari caleg. Dia juga menilai KPU kali ini sulit sekali menjaga netralitas. Lantaran semakin banyak kejadian suap menyuap antar KPU dan pihak caleg dari berbagai partai. Edwin menilai KPU sulit sekali dinilai netral
Jelang pemilu 2019 Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta agar menjaga netralitas dan tidak menerima suap dari berbagai partai politik untuk meloloskan salah satu calon. Hal tersebut dikatakan Mantan komisioner KPU era 1999, Edwin Soekowati, tidak hanya itu dia juga minta agar pihak KPU selalu patuh pada Pancasila yaitu sila ke-4 serta citra proklamasi.
"Oleh karena itu konsen kita KPU itu harus memihak kepada rakyat dan ideologinya harus ideologinya memihak citra proklamasi. Kalau berangkat dari itu berangkat dari citra keempat," kata Edwin saat diskusi kredibilitas, integritas, dan netralitas KPU/KPUD dalam penyelenggaraan Pilkada/Pileg/ Pilpres di Jakarta Pusat, Senin (19/3).
-
Apa yang dilakukan KPU Jakarta Utara terkait surat suara DPRD DKI Jakarta untuk Pemilu 2024? KPU Jakarta Utara mulai melakukan proses pelipatan suarat suara DPRD Provinsi Jakarta yang melibatkan puluhan pekerja dari kalangan warga sekitar. KPU setempat mulai melakukan proses penyortiran dan pelipatan surat suara secara bertahap.
-
Bagaimana Anies-Cak Imin menuju ke KPU? Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan Capres-Cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Saat itu, mereka menggunakan mobil Jeep untuk menuju ke KPU RI, Jakarta.
-
Siapa yang mengklaim telah meretas situs KPU? Pelaku kejahatan siber dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan mendapatkan data DPT dari situs tersebut.
-
Kapan massa menggeruduk kantor KPU Jayapura? Sejumlah orang menggeruduk Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jayapura di jalan Abepura-Sentani, Distrik Sentani Kota, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Jumat (15/3) malam waktu setempat.
-
Mengapa KPU didirikan? KPU didirikan sebagai hasil dari reformasi politik pasca Orde Baru.
-
Data apa yang bocor dari situs KPU? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, data yang bocor dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan data DPT.
Menurut Edwin citra KPU kini sudah pudar lantaran ada beberapa kasus yang terungkap. Salah satunya yaitu para calon-calon legislatif memberikan uang untuk bisa duduk di bangku DPR ataupun DPRD. Edwin menceritakan pada tahun 2003 pihak KPU memasang tarif Rp 3 miliar untuk calon legislatif. Kemudian pada tahun 2014 menaikkan Rp 5 miliar.
"Kalau 2003 itu masih Rp 3 miliar dari DPR. Waktu 2014 sudah Rp 5 miliar sendirian. Dan naik Rp 10 miliar. Banyak teman-teman. Apa maksudnya? Ribuan anggota DPR/DPRD memberikan anggota KPU," kata Edwin.
Dia juga menilai KPU kali ini sulit sekali menjaga netralitas. Lantaran semakin banyak kejadian suap menyuap antar KPU dan pihak caleg dari berbagai partai. Edwin menilai KPU sulit sekali dinilai netral. Lantaran kata Erwin kalang partai politik, KPU sudah terkenal dengan jual beli suara.
"Jadi itu jelas jual beli. Jadi komitmen dia sudah tergadai. Itu sangat sulit sekali. Kalau mau independen ini sulit sekali," kata Edwin.
Diketahui sebelumnya, pada Februari lalu pihak KPU yaitu Ade Sudrajad dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu KPU Daerah Kabupaten Garut Heri Hasan Basri diamankan polisi. Mereka berdua diamankan lantaran diduga menerima suap untuk meloloskan salah satu calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Garut 2018.
Baca juga:
Ketua KPU mengaku belum dilaporkan soal Ponpes Al Zaytun menolak didata
KPU gelar uji publik empat peraturan, termasuk teknis cuti presiden
Daftar pemilih sementara Pilgub Jabar berjumlah 31,7 Juta
Sosialisasi Pemilu 2019, KPU DKI Jakarta ajak warga lomba lari
Ketua KPU tak setuju usulan KPK soal Perppu calon kepala daerah