Eks Wamenag bilang ganti kelamin haram, tak perlu pakai fatwa
"Jangankan ganti kelamin, laki-laki yang pakai baju wanita atau sebaliknya juga tidak boleh," kata Nasaruddin Umar.
Operasi ganti kelamin marak dilakukan masyarakat Indonesia belakangan ini. Padahal Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa haram terhadap perubahan jenis kelamin dengan sengaja dan tidak ada alasan alamiah.
Mantan Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar menegaskan, dalam Alquran sudah melarang adanya perubahan jenis kelamin hanya untuk kepuasan psikologis.
"Kalau kita bawa ke ilmu fiqih ya tidak boleh. Jangankan ganti kelamin, laki-laki yang pakai baju wanita atau sebaliknya juga tidak boleh. Namun kalau kita bawa ke persoalan hati manusia ya beda lagi jawabannya," kata Nasaruddin saat dihubungi merdeka.com, Kamis (30/7).
Oleh karena itu, tanpa adanya fatwa dari MUI, kata dia, masyarakat Indonesia seharusnya sudah mengetahui hukum dari ganti kelamin tersebut. Nasaruddin menganggap, perubahan kelamin yang dilakukan dengan sengaja termasuk pelanggaran kodrat.
"Pembenaran logikanya adalah orang yang mengganti kelamin itu pelanggaran kodrat. Karena Allah sudah menciptakan manusia dengan kodrat sebagai perempuan dan laki-laki. Jika masyarakat sudah menyadari itu, maka tidak akan ada fatwa," imbuhnya.
Faktor pendukung dari haramnya mengganti kelamin, yaitu masih adanya kontroversi mengenai pergantian identitas setelah operasi. Nasaruddin mengatakan perubahan identitas di sejumlah negara masih kontroversi.
"Itu (perubahan identitas) kan pengaruhnya jauh sekali, seperti masalah warisan, harta gono-gini, atau yang lain. Yang pasti kita enggak boleh mengenal homoseksual. Kalau itu bagaimana kodratnya, sekalipun diubah alat kelaminnya, tetap kodratnya tidak akan berubah," jelas Nasaruddin.
Oleh karena itu, dia menegaskan, operasi ganti kelamin hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang memiliki kelamin ganda. Sehingga orang yang mengalami kelainan tersebut harus menghilangkan salah satu hormon yang sifatnya tidak dominan.
"Dalam kitab suci ada manusia yang memiliki dua jenis kelamin hormon, nah dalam kitab suci tetap harus diukur mana yang paling berfungsi dan dominan. Jadi bukan karena mereka ganti kelamin hanya untuk kepuasan psikologis itu dilarang," tandasnya.