Esk Komisioner KPK Kritik Akademisi yang Mendadak Bela PK Mardani H Maming
Haryono Umar mengatakan, tidak ada yang salah dari eksaminasi itu jika diselipi alat bukti baru.
Sejumlah akademisi dan aktivis yang mengaku antikorupsi mendadak membela terpidana korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Dukungan itu disampaikan dalam bentuk eksaminasi atau pengujian putusan hakim.
Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar mengkritik eksaminasi tersebut. Dia mengatakan, tidak ada yang salah dari eksaminasi itu jika diselipi alat bukti baru. Namun yang terjadi saat ini, eksaminasi itu tanpa disertai alat bukti baru.
- Eksaminasi PK Mardani H Maming Dinilai Tidak Mendukung Pemberantasan Korupsi
- Eksaminasi Pakar Hukum Dinilai Upaya Pengaruhi Putusan PK Mardani H Maming
- Eks Komisioner KPK soal Eksaminasi Perkara Mardani H Maming: Tak Bisa Hanya Asumsi, Harus Didukung Alat Bukti
- Eks Komisioner KPK soal PK Mardani H Maming: Koruptor Harus Dihukum Berat Karena Rugikan Rakyat
"Pernyataan (eksaminasi) harus didukung minimal dua alat bukti baru. Enggak bisa hanya asumsi atau pemikiran saja," kata Haryono Umar, Rabu, (30/10).
Haryono mengingatkan seluruh pihak untuk menghormati keputusan hakim, baik di tingkat pengadilan pertama hingga kasasi, terkait perkara korupsi yang menyeret mantan Bendahara Umum (Bendum) PBNU itu.
Eksaminasi itu dituangkan ke dalam sebuah buku di tengah proses peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming di Mahkamah Agung (MA).
Dalam eksaminasi, pakar hukum menyoroti SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN. Mereka menilai, SK itu tidak melanggar aturan.
Mardani H Maming yang terseret kasus suap dan gratifikasi Rp118 miliar dari pengurusan IUP PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) milik pengusaha (alm) Henry Soetio, beberapa kali mengajukan banding dan kasasi.
Pada 10 Februari 2023, majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalsel yang dipimpin Heru Kuntjoro, memvonisnya bersalah dan mengganjarnya 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta. Selain itu, Mardani diwajibkan membayar uang pengganti Rp110.601.731.752 (Rp110,6 miliar).
Tak terima dengan putusan itu, Mardani H Maming dan jaksa KPK sama-sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Kali ini, jaksa KPK yang menang. Hukuman Mardani diperberat menjadi 12 tahun. Tak terima lagi, Mardani H Maming mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun ditolak.
Kasus korupsi IUP yang menyeret Mardani H Maming berawal pada 2010. Mardani berkenalan dengan (Alm) Henry Soetio, Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang tertarik berbisnis batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kala itu, Mardani H Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalsel. Beberapa kali keduanya bertemu. Hingga pertengahan 2010, Mardani mengenalkan Henry dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dalam pertemuan itu, Mardani memerintahkan Dwidjono membantu Henry terkait pengurusan IUP batu bara PT PCN. Selanjutnya, Dwijono menjalankan perintah Mardani dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).