Evi Novida Ginting Dinilai Masih Bisa Kembali Jadi Komisioner KPU
Dia menyoroti, terkait dengan prinsip hukum acara. Prinsip tersebut tidak dipahami oleh DKPP. Menurutnya, pihak yang mengadukan perkara sudah mencabut aduannya, sehingga kasus tersebut tidak lagi dilanjutkan.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Eddy Hiariej mengkritik, pemecatan Evi Novida Ginting dari jabatan sebagai komisioner KPU. Dia mengungkapkan, putusan yang dilakukan DKPP tersebut merupakan putusan yang sesat.
"Karena ini sebetulnya mengenai kompetensi absolut dari DKPP, ini bukan kompetensi absolut dari DKPP. Ini bukan persoalan etika. tetapi lebih pada persoalan penafsiran putusan mahkamah konstitusi dimana DKPP menafsirkan A, KPU menafsirkan B. Jadi sama sekali bukan persoalan etika di sini," katanya dalam diskusi daring, Senin (18/5).
-
Apa sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada Ketua KPU? Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Apa yang diputuskan DKPP terkait Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan jajarannya? Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menanggapi soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan jajaran melanggar kode etik terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai cawapres.
-
Apa yang diusulkan oleh Baleg DPR terkait dengan DKJ? Baleg DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi.
-
Siapa yang mengapresiasi kolaborasi KPK dan Polri? Terkait kegiatan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut mengapresiasi upaya meningkatkan sinergitas KPK dan Polri.
-
Kenapa Komisi III DPR menolak semua calon hakim agung yang diusulkan KY? Fraksi-fraksi di parlemen menyatakan ada kesalahan mekanisme seleksi karena KY meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat."Ada beberapa hal yang kami tangkap alasan penolakan semua calon hakim agung yang disampaikan oleh KY kepada DPR: ada isu calon hakim agung tidak memenuhi syarat tiga tahun sebagai hakim tinggi, ada juga isu bahwa calon hakim agung tidak memenuhi syarat 20 tahun sebagai hakim," ucap Anggota KY Sukma Violetta pada konferensi pers itu.
Dia menyoroti, terkait dengan prinsip hukum acara. Prinsip tersebut tidak dipahami oleh DKPP. Menurutnya, pihak yang mengadukan perkara sudah mencabut aduannya, sehingga kasus tersebut tidak lagi dilanjutkan.
"Tapi sebetulnya mereka (DKPP) tidak memahami hukum acara ya. Bahwa ingat pelapor itu sudah mencabut aduannya pada sidang pertama ketika mendengarkan keterangan. Sidang pertama itu kan hanya berlangsung kurang dari 15 menit dan saat itu si pengadu sudah mencabut aduannya. Ketika dia mencabut laporannya, artinya sudah tidak ada lagi kerugian yang dialami oleh yang bersangkutan," ujarnya.
Pencabutan aduan oleh pengadu, kemudian berkaitan juga dengan konteks hukum pembuktian. Dalam konteks hukum pembuktian, alat bukti yang harus dipertimbangkan yakni keterangan dari pengadu. Sementara pengadu sudah mencabut laporannya.
"Kalau pengadu sudah mencabut (laporan) kan tidak ada lagi keterangan yang dia dengarkan. Jadi sebetulnya berdasarkan hukum pembuktian, keputusan DKPP itu invalid. Tidak valid dalam pengertian ini perkara sudah dicabut pengaduannya, yang seharusnya tidak diperiksa, tapi dia masih memeriksa, dia memeriksa tidak sesuai dengan hukum acara," jelasnya.
"Itu yang saya katakan, kalau tidak mau dikatakan abuse of power, itu sesat lah. Putusan yang sesat," imbuh Eddy.
DKPP juga tidak menjamin kepastian dan keadilan. Sebab proses perkara terus berlangsung padahal laporan sudah dicabut.
"Dalam banyak kasus yang diputus oleh DKPP ketika pengadu sudah mencabut aduannya maka perkara itu dihentikan. Ini mengapa dalam kasus Anggota KPU atas nama Evi Ginting ini, dia meneruskan," urainya.
"Ini tergugat lainnya anggota KPU lain hanya diberi teguran, tetapi terhadap Evi khusus diberhentikan. Ini tidak konsistennya di sini," tambah Eddy.
Peluang Bagi Evi Novida
Selain itu, Eddy mengungkapkan, Evi Novida Ginting masih memiliki kesempatan untuk kembali menjadi komisioner KPU. Meskipun Evi telah dipecat lewat Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Nomor 317 tahun 2020.
Hal itu bisa terjadi jika gugatan Evi terhadap putusan DKPP dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan putusan DKPP dibatalkan oleh PTUN.
"Tidak perlu berkecil hati kenapa? Karena nanti seandainya putusan PTUN membatalkan putusan DKPP dan kemudian kedudukan Evi ini dikembalikan sebagai anggota KPU," katanya.
Jika nanti PTUN membatalkan putusan DKPP, maka presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa kembali menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres). Keppres tersebut berisi pengangkatan kembali Evi sebagai komisioner KPU RI.
"Saya yakin presiden boleh menerbitkan Keppres untuk mengangkat kembali (Evi Novida Ginting)," jelasnya.
Dia pun meminta agar DPR RI, khususnya Komisi II tidak buru-buru membahas surat presiden atas pemberhentian Evi. Dia menyarankan agar DPR menunggu putusan PTUN Jakarta atas gugatan yang dilayangkan Evi.
"Saya berharap DPR bisa menunggu hasil sidang di PTUN. Jadi tidak buru-buru untuk mengambil keputusan menindaklanjuti keputusan presiden tapi bersabar sedikit sambil menunggu putusan PTUN terhadap kasus Bu Evi ini," tandasnya.
(mdk/fik)