Fakta-Fakta Baru Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana di Subang
11 orang meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut.
11 orang meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut.
- Fakta Terbaru Kecelakaan Maut Rombongan SMK Lingga Kencana Depok di Ciater Subang
- Fakta Baru Kecelakaan Maut Bus SMK Lingga Kencana Depok di Subang, Acara Perpisahan hingga Iuran per Anak
- Deretan Fakta Kecelakaan Maut Bus Rombongan SMK Lingga Kencana di Ciater Subang, 11 Orang Meninggal Dunia
- Penjaga SMK Lingga Kencana Lolos dari Kecelakaan Maut di Ciater, Ini Penyebabnya
Fakta-Fakta Baru Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana di Subang
Bus Putera Fajar membawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok, kecelakaan di daerah Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5) malam. 11 orang meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut.
Polisi hingga kini masih terus menyelidiki kecelakaan maut tersebut. Sejumlah fakta ditemukan kepolisian selama proses olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Berikut fakta-fakta terbaru kasus kecelakaan bus SMK Lingga Kencana Depok dirangkum merdeka.com.
Tidak Ada Jejak Pengereman
Hasil penyidikan kepolisian tidak menemukan bekas pengereman di lokasi kejadian. Kepolisian hanya menemukan tanda selip antara bus dan aspal di sepanjang lokasi kecelakaan. Hasil olah TKP dilakukan kepolisi ini menunjukkan bahwa bus tidak menggunakan rem saat kejadian.
"Tidak ditemukan bekas pengereman, yang ada hanya skid mark bekas tanda gesekan antara bus dan aspal," kata Hal ini diungkap oleh Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol Wibowo dalam konferensi pers digelar, Selasa (14/5).
Ruang Udara Kompresor Bus Terisi Oli dan Air
Selain tidak ditemukan jejak pengereman, kepolisian juga menemukan campuran oli dan air dalam kantong udara kompresor yang disinyalir berasal dari kebocoran oli di rele pump bus. Kondisi tersebut menjadi indikasi bahwa kendaraan tidak mendapatkan perawatan rutin.
Sementara air berasal dari proses pengembunan yang timbul akibat pertemuan uap air dengan permukaan yang lebih dingin.
"Harusnya ruang udara ini udara saja tidak dicampur oli dan air," tutur Wibowo.
Oli Mesin Berwarna Keruh
Oli pada mesin bus Putera Fajar juga ditemukan dalam kondisi keruh. Hal ini menandakan sudah lama bus tidak mengganti oli.
"Ditemukan juga dalam minyak rem kandungan air yang melebihi 4% dengan indikator menyala," kata Wibowo.
Jarak Antar Kampas Rem Menyalahi Standar
Tidak hanya nihil jejak pengereman, kepolisian juga menemukan celah antar kampas rem yang telah ditentukan adalah 0,45 milimeter. Namun dari temuan kepolisian diketahui jarak antar kampas rem bus Putera Fajar hanya sebesar 0,3 milimeter.
"Artinya di bawah standar yang ditentukan,” kata Wibowo.
Kebocoran Sambungan antara Relay Part dan Booster Rem
Selama penyidikan ditemukan juga adanya kebocoran pada sambungan antara relay part dan booster rem. Hal ini yang jadi penyebab malfungsi rem karena tidak dapat bekerja secara maksimal.
"Ini mengakibatkan angin berkurang sehingga booster hidrolik piston tidak maksimal," ungkap Wibowo.
Sopir Abai
Hasil pemeriksaan kepolisian terhadap sopir dan saksi ditemukan fakta bahwa sebenarnya sopir bus sudah mengetahui permasalahan rem.
Sopir sempat berupaya memperbaiki rem saat berada di Tangkuban Parahu dengan memperkecil jarak kanvas rem.
Sopir Tetap Lanjutkan Jalan dengan Kondisi Rem Kurang
Namun tidak ada penanganan yang serius dan sopir bus bernama Sadira yang kini menjadi tersangka tetap melanjutkan perjalanan hingga akhirnya kecelakaan.
"Setelah melaju permasalahan muncul di rumah makan Bang Jun dicoba kembali perbaikan langsung oleh kernet dan pengemudi mencoba memperbaiki kampas rem dengan meminjam seal kepada pengemudi lain tapi karena seal tidak sesuai ukuran sehingga perbaikan itu tidak jadi dilakukan dan pengemudi tetap melanjutkan perjalanan sampai akhirnya terjadi kecelakaan lalu lintas," terang Wibowo.
Sopir Terancam Penjara 12 Tahun dan Denda Rp24 juta
Dari hasil olah TKP, kepolisian menetapkan sopir bus bernama Sadira sebagai tersangka. Sadira disangkakan melanggar pasal 311 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp24 juta.