Fauziah, korban tsunami kini raup Rp 20 juta/bulan bisnis ikan
Dia selamatkan lima anaknya tetapi harus kehilangan suaminya. Ibu ini tak mau terpuruk dan berhasil bangkit.
Masih terngiang dalam ingatan Fauziah, kisah sembilan tahun silam kala tsunami melanda Aceh. Gempa tektonik berkekuatan 9,8 SR yang kemudian dihantam gelombang tsunami nyaris saja merenggut nyawanya bersama kelima anaknya.
Pagi itu, ia bersama anaknya sedang berada di rumah. Seperti biasa rutinitas seorang ibu rumah tangga mempersiapkan bekal untuk suaminya melaut dan juga mempersiapkan sarapan pagi untuk kelima anaknya. Saat itu ia tinggal di desa Lampulo, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh. Kawasan yang paling parah imbas dari tsunami, karena hanya 300 meter dari bibir pantai.
Sekitar pukul 07.00 WIB pagi, Aceh digoncang gempa yang dahsyat. Gempa terdahsyat itu belum pernah dirasakan sebelumnya di Aceh sehingga membuat masyarakat panik dan tidak sedikit kocar-kacir berlarian keluar rumah untuk menghindari gedung tinggi.
Demikian juga adanya Fauziah, bergegas langsung mencari anak-anaknya diminta untuk keluar dari rumah. Gempa terus mengguncang Aceh tanpa henti. Seakan-akan saat itu alam sedang murka dan tidak sedikit dari warga berteriak bahwa sudah kiamat.
Tak sampai hanya di situ, menjelang 1 jam kemudian. Warga Banda Aceh semakin panik. Saat gempa sudah reda, meskipun goncangan ringan masih tetap terasa. Akan tetapi, dari kejauhan terdengar teriakan bahwa air laut naik ke darat.
Setengah percaya, Fauziah bergegas memboyong kelima anaknya naik ke rumah tetangga yang memiliki lantai dua. Dan ia bersama anaknya menyelamatkan diri ke rumah tersebut.
Tak ayal, air terus bergulung-gulung menyapu bersih apa yang ada di hadapannya.
Tentu, Fauziah dan kelima anaknya kian panik, seakan-akan hidup dirinya bersama kelima anaknya segera berakhir. Sembari berangkulan, ia terus mengucap kedua kalimah syahadat dan saling meminta maaf.
Semakin resah, saat ia sadar bahwa suaminya tidak bersama mereka. Ia sendiri pun tidak mengetahui keberadaan ayah dari anak-anaknya. Sebelum gempa terjadi, suaminya sudah keluar seperti biasa kebiasaan orang Aceh pada pagi hari nongkrong di warung kopi sambil menikmati secangkir kopi.
Meskipun ia sudah berada di lantai dua rumah tetangganya. Akan tetapi ia tetap masih khawatir akan gelombang air laut semakin besar.
Tiba-tiba ia melihat sebuah kapal yang sebelumnya terparkir di sungai dibawa arus ke arah rumah tempat ia berada. Tanpa berpikir panjang, ia langsung memanjat ke atap rumah untuk membongkar seng rumah tersebut agar bisa keluar untuk menjangkau perahu tersebut.
"Waktu itu saya naik ke atap rumah, saya bongkar atap hanya cukup muat badan orang dewasa, lalu saya selamatkan anak-anak saya ke dalam perahu itu," kata Fauziah.
Sesampai di dalam perahu besar itu. Ia menemukan ada sekitar 50 orang lainnya yang juga sudah terlebih dahulu berada dalam kapal tersebut. Dan kapal tersebut juga yang telah menyelamatkan nyawa dia dan kelima anaknya saat Aceh dihantam gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 lalu.
Saat ini, kapal yang bersejarah itu yang menjadi saksi bisu bahwa Aceh pernah dilanda gelombang tsunami yang paling dahsyat. Perahu itu kemudian tersangkut di atas rumah warga di desa Lampulo, yang hanya selemparan batu dengan tempat tinggalnya sekarang. Perahu itu saat ini sudah menjadi objek wisata tsunami.
Pasca-tsunami, Fauziah harus menjadi tulang punggung keluarga untuk membesarkan kelima anaknya itu. Suaminya meninggal dan bahkan mayatnya tidak ditemukan. Fauziah pun mendapatkan berbagai pelatihan usaha
"Jadi saat itu, banyak NGO masuk bantu Aceh, jadi saya sering ikut pelatihan-pelatihan life skill, termasuk cara membuat kue dan juga Ikan Keumamah (Ikan Kayu)," tegasnya.
Ikan Keumamah merupakan ikan tradisional Aceh yang dikeringkan dan dicampur dengan tepung. Ikan tersebut keras seperti kayu dan bisa tahan lama mencapai 1 tahun. Ikan tersebut saat ini sudah menjadi hidangan khas menu Aceh di restoran-restoran yang ada di Tanah Rencong.
Semua sudah tiada, suami tercintanya bahkan tidak dapat jasadnya. Ia bahkan sempat terpuruk. Seakan-akan tidak ada lagi kehidupan, tidak ada lagi masa depan. Semua telah berakhir.
Setelah mendapat dukungan dan mengikuti beberapa kali pelatihan yang diberikan oleh NGO, ia berpikir tidak bisa selamanya harus terpuruk. Apalagi terus-terusan diam tanpa berbuat. Demikian juga tidak selamanya harus menadahkan tangan ke bawah untuk menerima belas kasihan bantuan pihak asing.
-
Apa yang dirayakan pada Hari Ibu? Hari Ibu adalah sebuah hari yang ditujukan untuk memperingati dan memberikan penghargaan kepada sosok ibu atau figur maternal dalam kehidupan seseorang.
-
Apa makna bunga krisan sebagai kado Hari Ibu? Bunga krisan dengan keindahan dan kesederhanaannya, juga sering dipilih sebagai kado yang bermakna untuk Hari Ibu. Krisan melambangkan kebahagiaan, kesuburan, dan keabadian, membuatnya menjadi simbol yang sesuai untuk merayakan ibu.
-
Kapan Hari Ibu dirayakan? Setiap tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu.
-
Bagaimana payudara ibu menyusui berubah? Produksi ASI dimulai bahkan sebelum pasokan ASI lengkap, biasanya dua hingga empat hari setelah melahirkan. Pada tahap ini, beberapa ibu mengalami masa pembengkakan ketika payudara terasa sangat penuh dan tidak nyaman. Namun, ini biasanya berlangsung singkat dan membaik dalam 48 hingga 72 jam.
-
Apa yang diungkapkan dalam contoh puisi pendek hari ibu? Beberapa contoh puisi pendek ini cukup sederhana, namun bisa mewakili ungkapan perasaan Anda kepada ibu tercinta bahwa ia adalah sosok berharga dalam hidup.
-
Kenapa menjahit dianggap berbahaya bagi ibu hamil? Dalam larangan tersebut diungkapkan bahwa menjahit saat hamil dapat menyebabkan bayi lahir cacat atau mengalami bibir sumbing. Mengerikan, bukan? Namun, apakah benar demikian?
Saatnya bangkit
Ia bertekad harus bangkit, harus mengubah nasibnya untuk membesarkan anak-anaknya. Meskipun saat ini tidak memiliki apapun lagi. Namun, ia yakin, bila berusaha pasti akan ada jalan untuk bisa berubah.
"Saat itu saya mulai berpikir, saya tidak boleh terus terpuruk, saya harus menatap masa depan untuk membesarkan kelima anak saya," tuturnya.
Fauziah kembali berkisah, dengan bermodalkan Rp 500.000, ia memberanikan diri untuk bangkit. Modal yang dia peroleh dari salah satu NGO. Lalu dia mencoba berbisnis ikan keumamah. Meskipun usahanya itu sempat tertatih-tatih, akan tetapi dia tetap terus berusaha tanpa berputus asa.
Keberaniannya untuk memulai bisnis rumahan itu juga berkat pelatihan-pelatihan yang diperoleh. Ia terus berusaha dan mencoba untuk memasarkan ikan khas Aceh tersebut.
"Saya berpikir bisnis ikan keumamah, karena saya tinggal di dekat laut, makanya saya berpikir apa salahnya saya memulai bisnis ini," tegasnya.
Fauziah memang tidak menampik, ikan keumamah itu bukan makanan baru di Aceh. Tetapi sudah banyak beredar di pasar. Akan tetapi, untuk membedakan produk ikan keumamahnya. Maka bersama 10 tenaga kerjanya, ia iris-iris ikan keumamah tersebut kecil-kecil.
"Biasanya ikan keumamah itu kan besar-besar, kita buat kecil-kecil," imbuhnya.
Selain itu, ia juga berpikir, selezat apapun makanannya, bila tidak dikemas dengan baik. Maka, produk tersebut tidak akan laris manis. Karena dari sisi pemasaran, konsumen yang dilihat pertama adalah kemasannya.
"Makanya kita buat kemasan, saya kira, ikan keumamah baru saya yang buat dalam kemasan," tuturnya.
Ada yang unik saat merdeka.com lihat kemasan ikan keumamah tersebut. Kenapa tidak, nama produk ikan keumamah milik Fauziah itu diberi label Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami.
Ternyata, pemberian label tersebut mengingat dengan kapal tersebutlah ia bisa selamat dari hantaman tsunami. Selain itu, kapal itu saat ini sudah menjadi objek wisata dan Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami ini juga menjadi oleh-oleh setiap wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang datang mengunjungi objek wisata tsunami tersebut.
"Karena dengan kapal itu saya selamat dengan kelima anak saya, makanya saya beri label itu dan disambut baik oleh pasar," ulasnya.
Omset per bulan Rp 20 juta
Saat ini, usaha rumahannya itu bisa meraup keuntungan mencapai Rp 15 sampai 20 juta per bulannya. Sehingga, meskipun Fauziah seorang janda. Dia sekarang sudah bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi dengan usaha ikan keumamahnya itu dengan modal minim tersebut.
Anak pertama, kedua dan ketiga saat ini sedang menempuh kuliah di kampus ternama di Aceh. Sedangkan anak keempat dan kelima masing-masing masih duduk di bangku SMP dan SMU.
Tentu ini menjadi inspirasi untuk semua orang. Bila kita terus berusaha, tentu pasti akan mendapatkan kesuksesan, yang terpenting kata Fauziah, harus tetap konsisten dan tidak mudah putus asa.
Kesuksesannya itu ternyata tidak hanya sampai di situ. Saat bulan haji lalu, Pemerintah Aceh membekali jamaah haji Aceh dengan ikan keumamah di Arab Saudi. Tahukah anda, ikan keumamah itu dari mana diambil? Ternyata ikan keumamah itu diambil oleh pemerintah Aceh produk Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami yang tak lain adalah milik Fauziah.
Ternyata Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami milik Fauziah janda korban tsunami sudah go international. Produksinya sudah menjadi makanan untuk jamaah haji tahun 2013. Sukses selalu ibu Fauziah untuk membesarkan anak-anakmu!
Baca juga:
Kisah Juwariyah, ibu yang mampu hidupi warga satu RT
Perjuangan Masita, ibu difabel ingin anaknya bersekolah tinggi
Tak takut preman, nenek di Solo bangga jadi anggota Linmas
Puji berjuang dari hasil parkir untuk anaknya
Kisah kesabaran ibu rawat anak autis hingga sukses jadi pelukis