Gerindra manfaatkan kondisi ekonomi masa Jokowi sebagai senjata di 2019
Indikasi ekonomi yang tengah buruk juga diperlihatkan dengan tingginya utang negara. Ia menuding klaim Jokowi dalam pidato kenegaraan merupakan upaya menutupi masalah ekonomi tersebut.
68 Persen masyarakat puas terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi versi Indikator, bukan tanpa celah. Politisi Gerindra Nizar Zahro mengatakan, survei itu membuktikan masalah ekonomi cenderung terabaikan.
"Di situ masih banyak celah yang masih belum ditunaikan oleh pemerintahan Jokowi-JK, terutama tentang lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan juga tingkat kebutuhan bahan makanan pokok," ujarnya di Kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (11/10).
Celah itu akan dimanfaatkan partai Gerindra sebagai alat kampanye pilpres 2019 mendatang. "Celah-celah itu yang akan digunakan Partai Gerindra untuk bisa mengambil hati dan tingkat pemilih pemula di seluruh Indonesia," kata dia.
Klaim pemerintah soal pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan kenyataan. Terlihat dalam angka pengangguran pada September 2017 turun menjadi 4,99 persen jika dibandingkan dengan setahun sebelumnya yang mencapai 5,01 persen. Data Badan Pusat Statistik (BPS) itu berbanding terbalik dengan RAPBN 2018.
Ditambah juga dalam masalah kemiskinan. Dalam anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) yang ditargetkan 10 juta orang pada 2018, menunjukkan angka kemiskinan turun. Angka tersebut naik empat juta, dibanding sebelumnya.
"Data dari BPS, antara penurunan angka kemiskinan dengan program anggaran kemiskinan itu tidak sama," kata Nizar.
"Mestinya kalau angka kemiskinan turun dari 22,7 juta ke 22,5 juta, itu mestinya anggaran kemiskinan kan turun, bukan naik. Itu yang saya sampaikan ke pemerintah, berarti kan harusnya tingkat kemiskinan naik, bukan turun," ungkapnya.
Hal itu juga didukung dengan daya beli masyarakat yang sedang lesu. Serta potensi PHK besar-besaran yang dipicu peralihan industri dalam jaringan.
Indikasi ekonomi yang tengah buruk juga diperlihatkan dengan tingginya utang negara. Ia menuding klaim Jokowi dalam pidato kenegaraan merupakan upaya menutupi masalah ekonomi tersebut.
"Prediksi kita, ada kewajiban bayar bunga dan (utang) pokok senilai 541 triliun yang wajib dibayarkan. 541 triliun itu setara dengan 40 persen APBN," pungkas Nizar.