Gus Solah sebut ke-Indonesiaan & ke-Islaman jangan dipertentangkan
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Salahuddin Wahid mengatakan gejala konflik ke-Indonesiaan dan ke-Islaman kembali terlihat. Salah satu contohnya terjadi di Pilgub DKI Jakarta. Gejala itu terlihat dari perbedaan pilihan politik warga Jakarta.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Salahuddin Wahid mengatakan gejala konflik ke-Indonesiaan dan ke-Islaman kembali terlihat. Salah satu contohnya terjadi di Pilgub DKI Jakarta. Gejala itu terlihat dari perbedaan pilihan politik warga Jakarta.
Masyarakat terbelah menjadi dua kubu yakni pendukung pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Di Pilgub DKI timbul kesan pendukung Ahok-Djarot dianggap non-Islam dan munafik. Sementara, pendukung Anies-Sandi dianggap anti-Indonesia dan intoleran. Menanggapi masalah ini, Salahuddin atau yang akrab dipanggil Gus Solah menyayangkan kondisi tersebut.
"Jadi kita kan melihat masalah yang kita hadapi belakangan ini seakan-akan ada upaya untuk mempertentangkan kembali ke-Indonesiaan dan ke-Islaman, sesuatu yang tidak perlu terjadi sebetulnya dalam berbagai kesempatan," kata Gus Solah di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (6/5).
Menurutnya, gejala itu tidak perlu diucapkan apalagi menimbulkan sikap saling menjustifikasi dan menghakimi.
"Anggapan itu cukup diri kita sendiri tapi tidak boleh diucapkan untuk menghakimi orang lain," tegasnya.
Gus Solah melihat, pertentangan itu terjadi bukan antara umat muslim dengan non-muslim. Tetapi, justru terjadi di antara umat muslim yang mendukung Ahok dan menolaknya. Perbedaan itu disebabkan karena penafsiran soal Surat Al-Maidah ayat 51.
"Sejauh pengamatan saya banyak muslim setuju bahwa mereka tidak boleh milih non-muslim," ungkapnya.
Adik Presiden ke-4, Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini mengimbau agar umat muslim tidak saling menyalahkan atau saling ejek karena berbeda sikap di Pilgub DKI Jakarta.
"Tidak perlu saling salahkan, serang, atau ejek. Pilkada terjadi di banyak tempat tapi tidak pernah terjadi konflik tajam seperti Pilkada DKI," imbuhnya.
Hanya saja, dia menduga munculnya gesekan antara umat muslim di Jakarta dipicu oleh ucapan Ahok. Sayangnya, Gus Solah tidak menyebut ucapan Ahok yang dimaksud.
"Karakter itu dipicu tindakan dan perilaku Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang sering tidak bisa mengendalikan diri dalam berbicara dan juga dipicu Polri yang dianggap dikalangan Islam tidak adil dan memihak," pungkasnya.