Guyonan tokoh NU dan Muhammadiyah tentang 'membaca niat'
Warga NU biasanya sebelum salat membaca ushalli, sementara Muhammadiyah tidak. Namun sindiran itu sebatas guyonan.
Guyonan ini dilontarkan Kiai Wahab Hasbullah, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ketika terjadi perdebatan sengit di antara kalangan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) di parlemen. Waktu itu terjadi perdebatan panjang apakah Masyumi ikut Kabinet Hatta atau tidak melaksanakan Perjanjian Renville antara Indonesia dan Belanda pada 17 Januari 1948.
Dalam buku 'Dari Pesantren untuk Indonesia' yang disunting Ubaidillah Sadewa diceritakan, saat itu Perjanjian Renville ditolak keras oleh kalangan Masyumi. Masyumi merupakan federasi empat ormas Islam yang diizinkan kala itu, yakni; Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.
Kiai Wahab yang mewakili NU termasuk ikut mengusulkan agar Masyumi terlibat dalam Perjanjian Renville. Pertimbangannya, bila Masyumi berada di dalam kabinet akan lebih mudah menentang kebijakan kabinet.
Namun sebelum keputusan final, ada perdebatan seru di dalam rapat Masyumi. Terkadang, dalam perdebatan itu juga meluncur guyonan-guyonan renyah di antara tokoh empat ormas Islam tersebut. Salah satu guyonan yang diingat adalah antara Kiai Wahab dan Kiai Raden Hajid, tokoh Muhammadiyah.
Waktu itu Raden Hajid bertanya kepada Kiai Wahab, "Setiap calon menteri yang akan duduk dalam kabinet tersebut harus mempunyai niat bagaimana?" lalu dijawab oleh Kiai Wahab, "Niatnya I'Zalul Mungkarat (melenyapkan yang mungkar)."
"Kalau begitu, niatnya harus dilafalkan (dibacakan)," kata Raden Hajid mengusulkan.
Kiai Wahab spontan menjawab, "Mana dalil Alquran dan haditsnya mengenai talaffuzh bin niyyat (membaca niat)?" serentak peserta rapat pun tertawa riuh.
Kisah guyonan dua tokoh NU dan Muhammadiyah itu dibenarkan oleh Kiai Hasib Wahab, anak dari Kiai Wahab Hasbullah. "Iya ceritanya memang seperti itu," kata Kiai Hasib.
Sebagaimana diketahui, NU dan Muhammadiyah berbeda pendapat soal harus atau tidaknya membaca niat salat (ushalli). Warga NU biasanya sebelum salat membaca ushalli, sementara Muhammadiyah tidak. Namun sindiran itu sebatas guyonan.
Baca juga:
Dari selfie, bekam hingga ribetnya registrasi peserta Muktamar NU
2.300 Personel gabungan amankan Jokowi hadiri Muktamar Muhammadiyah
'Kembalikan NU ke Timur, agar tak hilang'
Mencari dalil tahlil
Muktamar Muhammadiyah di Makassar dimeriahkan pawai darat & laut
Sosok-sosok kiai NU yang melegenda
Muktamar NU, pesantren sampai hotel di Jombang penuh
-
Apa yang diraih oleh Mukhamad Ngainul Malawani di UGM? Pada Rabu (24/1), sebanyak 836 Mahasiswa Program Pascasarjana UGM menjalani wisuda di Grha Sabha Pramana. Salah satu dari mereka ada nama Mukhamad Ngainul Malawani (31). Pria yang akrab disapa Ngainul itu berhasil meraih IPK tertinggi yaitu 4,00 sekaligus berpredikat pujian. Tak hanya itu, ia juga menjadi wisudawan dengan predikat lulusan tercepat karena berhasil meraih gelar doktor dalam waktu 2 tahun 8 bulan 17 hari. Padahal masa studi rata-rata jenjang program S3 adalah 4 tahun 9 bulan.
-
Kenapa Ma'ruf Amin hadir di muktamar PKB? Diketahui, Ma'ruf Amin kembali dipercaya menjabat Ketua Dewan Syuro DPP PKB berdasarkan hasilMuktamar ke-VI yang digelar di Nusa Dua Bali, Minggu (25/8) lalu.
-
Kapan Nurul Ghufron kalah di PTUN? Putusan tersebut telah diputus hakim PTUN pada Selasa (3/9).
-
Apa yang digugat Nurul Ghufron ke PTUN? Dalam upaya gugatan yang diajukan oleh Ghufron yakni berkaitan dengan aturan Dewas KPK yang tidak bisa lagi mengenakan sanksi etik ketika pelanggaran etik yang dilaporkan ke sudah kedaluwarsa.
-
Bagaimana NU dan Muhammadiyah berbeda dalam menjalankan ibadah? NU mengajarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan toleran terhadap praktik-praktik lokal dan tradisional yang ada sebelumnya. Di sisi lain, Muhammadiyah mengedepankan pemahaman agama yang murni sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis.
-
Kenapa bacaan tasyahud akhir Muhammadiyah berbeda dengan NU? Perbedaan terletak pada frasa awal bacaan.