Hadiri Nuzulul Qur'an di GP Ansor, Moeldoko sebut relevansi Pancasila mulai diusik
"Masih validkah Pancasila itu? Pancasila tentu saja masih valid dalam berbagai dinamika sosial, dinamika politik, dan dinamika persaingan global," kata Moeldoko.
Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal TNI (Purn) Dr Moeldoko menghadiri peringatan Nuzulul Qur'an sekaligus peringatan Hari Lahir Pancasila di Kantor Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6). Turut hadir dalam acara tersebut adalah Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas dan tokoh senior NU yang juga mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, KH As'ad Said Ali serta ratusan pengurus dan anggota Ansor yang datang dari berbagai daerah.
Moeldoko mengaku bahagia bisa bersilaturahmi dalam peringatan hari yang luar biasa tersebut dengan anak-anak muda NU yang kecintaannya terhadap bangsa dan negara tak perlu dipertanyakan lagi. Mengambil tema 'Al-Quran Suci Pancasila Sakti', acara peringatan tersebut juga diwarnai dengan apresiasi Mantan Panglima TNI tersebut terhadap Ansor.
-
Apa itu Nuzulul Quran? Secara bahasa, Nuzulul Quran berarti bacaan karena makna itu berasal dari kata قرأة atau قرآن . Sementara itu, secara istilah atau terminologi, Nuzulul Quran yaitu cara dan fase turunnya Al-Quran dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
-
Kapan Nuzulul Quran diturunkan? Melansir dari NU Online, dijelaskan dalam tulisan 'Sejarah Singkat Nuzulul Quran', Pengajar Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, Sunatullah bahwa Al-Quran diturunkan pada malam Senin 17 Ramadhan.
-
Apa yang dimaksud dengan khotmil Quran? Khatam al-Qur'an, juga dikenal sebagai khotmil Qur'an, adalah kegiatan membaca Al Quran dari awal sampai akhir secara menyeluruh.
-
Di mana pesan-pesan dari kata-kata mutiara Nuzulul Quran bisa ditemukan? Dalam setiap huruf dan kata Al-Quran, terdapat pelajaran yang tak ternilai, menuntun kita pada jalan yang lurus.
-
Di mana asrama santri Ponpes Raudlotul Qur’an berada? Saat awal-awal dibangun, pondok pesantren itu tidak memiliki asrama. Para santrinya tinggal di tanah-tanah wakaf yang berada di beberapa lokasi terpisah yaitu Asrama Raudhatul Quran di Kampung Glondong, Asrama H Abdullah dan Asrama At Tudmudzi di Kampung Getekan, Asrama As Safinah dan Asrama Kastamah di Kampung Kabupaten, Asrama Ar Rhodhiyah-Aminah di Kampung Buk, Asrama Muhyidin di Kampung Kauman Barat, dan Asrama As’ad Farida di Kampung Bangunharjo.
-
Bagaimana Muhammad Nezzal ditangkap? Remaja ini ditangkap tiga bulan yang lalu di Kabatiye, yang terkait dengan Jenin di Tepi Barat, dan menjadi "tahanan administratif" selama enam bulan.
"Organisasi Ansor dan Banser ini luar biasa. Tidak hanya luar biasa, tapi juga 'biasa di luar'," kelakarnya.
Moeldoko pun kemudian menerjemahkan istilah 'biasa di luar' yang diemban oleh Ansor dan Banser ini sebagai kiprah para anggotanya dalam kegiatan sosial di luar organisasi, peduli terhadap sesama yang membutuhkan, mengamankan saudara sebangsa yang sedang beribadah, termasuk bersilaturahmi dengan berbagai kelompok masyarakat.
Moeldoko juga memaparkan korelasi antara agama dan Pancasila dalam konteks bernegara. "Hubungan antara agama dengan Pancasila adalah hubungan yang saling memperkuat. Bukan saling bertentangan. Konsep Pancasila digali dari nilai-nilai yang luhur," katanya.
Ia menambahkan bahwa nilai-nilai di dalam Pancasila dapat dipahami dalam tiga tataran, yakni nilai filosofis, nilai instrumentalia, dan nilai pragmatis.
Sebagai nilai instrumentalia misalnya, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam negara hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Pancasila dijadikan rujukan untuk membuat konstitusi dan aturan-aturan hukum di bawahnya," terang pria kelahiran Kediri itu.
Moeldoko menyadari bahwa belakangan ini relevansi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mulai diusik dan dipertanyakan.
"Masih validkah Pancasila itu? Pancasila tentu saja masih valid dalam berbagai dinamika sosial, dinamika politik, dan dinamika persaingan global. Kita tidak perlu khawatir. Pancasila adalah ideologi yang terbuka, ideologi yang dinamis. Bagaimana mengejawantahkan, itu bisa disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Karena sifatnya yang terbuka, diskursus tentang hal itu pasti akan terjadi. Silakan mendiskursuskan Pancasila. Syaratnya, kuatkanlah ideologi kita terlebih dahulu. Kalau tidak kuat, justru kita bisa dimakan atau termakan," lanjut Moeldoko.
Di hadapan para anggota Ansor dan Banser, Moeldoko kemudian lebih memilih menjelaskan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK ketimbang membincangkan konsep bela negara atau Pancasila.
"Itu seperti menggarami lautan. Konsistensi perjuangan NU, Ansor, dan yang dijalankan oleh anggotanya di lapangan dalam menjaga kedaulatan dan membela NKRI sudah terbukti dan teruji,” katanya.
Moeldoko menggambarkan, dalam konteks keadilan sosial sebagaimana tertuang pada sila ke-5 Pancasila, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah bagian dari perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Pembangunan sekarang lebih merata dan bergerak ke timur sehingga pembangunan menjadi lebih seimbang. Begitu juga dengan tekad Presiden Jokowi mewujudkan kebijakan 'BBM Satu Harga' di seluruh Tanah Air. Begitu juga dengan adanya kartu pendidikan dan kesehatan dalam bentuk KIP dan KIS. Belum lagi pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat, termasuk sertifikat untuk masjid dan pesantren," pungkas Moeldoko.
(mdk/ded)