Hakim diminta untuk menerima eksepsi Ongen
Jika itu masuk dalam eror in prosedur, maka tidak ada alasan bagi hakim untuk tidak mengabulkan eksepsi.
Yulianus Paonganan alias Ongen telah membacakan eksepsinya dalam sidang ke dua atas dugaan pelanggaran UU Pornografi dan UU ITE di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam eksepsinya, Ongen melalui pengacaranya menyebutkan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa terdapat banyak kesalahan prosedur beracara sesuai ketentuan KUHAP alias eror in prosedur.
Hakim pun diminta harus mempelajari eksepsi tersebut agar tidak keliru dalam mengambil keputusan, akan berdampak pada proses penegakan hukum di Indonesia. Eror in prosedur yang terdapat dalam dakwaan di antaranya adalah Ongen dituntut di atas 5 tahun, maka wajib didampingi pengacara saat diperiksa oleh penyidik polisi.
Tapi kenyataannya, tidak diperkenankan oleh penyidik sehingga pemeriksaan Ongen tidak didampingi pengacara. Bahkan, saksi ahli yang diajukan Ongen juga tidak diterima oleh polisi dengan alasan nanti di persidangan, padahal dalam KUHAP sangat jelas tentang hal ini.
Pengamat hukum, Margarito Kamis mengatakan jika itu masuk dalam eror in prosedur, maka tidak ada alasan bagi hakim untuk tidak mengabulkan eksepsi yang dibacakan Ongen. "Keharusan Ongen harus didampingi pengacara karena tuntutannya lebih 5 tahun harus dipenuhi, kalau tidak dipenuhi maka pemeriksaan tersebut tidak sah, ini harus jadi catatan hakim untuk menerima eksepsi Ongen," katanya, Sabtu (30/4).
Margarito pun mempertanyakan hakim memakai landasan hukum yang seperti apa jika menolak eksepsi itu.
"Apakah masih memakai hukum acara UU no 8 tahun 81 atau hukum lain? Saya berkeyakinan eksepsi Ongen ini akan diterima. Tidak mungkin hakim akan memakai hukum di luar yang sudah diatur dalam KUHAP atau UU no 8 tahun 81," ucapnya.
Margarito berharap hakim kukuh berpegang teguh pada hukum yang berlaku. "Jika hakim menolak eksepsi, ini sangat buruk berarti mengiyakan kekeliruan itu, sama saja mengangkangi pasal 1 ayat 3/ pasal 28 jo ayat 5 tentang negara ini negara hukum. Hakim harus menghormati harkat martabat manusia dengan cara menghormati prosedur yang diatur dalam UU. Bisa rusak hukum kita jika hakim menolak eksepsi ini," tandasnya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tadulako Palu Zainudin Ali mengatakan, hakim harus menerima eksepsi Ongen. "Saya minta hakim PN Selatan harus netral, katakan benar jika ini benar. Keputusan hakim ini adalah benteng pencari keadilan," ujarnya.
Putusan hakim nanti dalam sidang bisa jadi yurisprudensi dalam penegakan hukum, jika seandainya hakim menolak eksepsi Ongen maka pelanggaran KUHAP yang dilakukan penyidik dan jaksa bisa dijadikan pembenaran oleh penyidik dan jaksa dalam kasus lain.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI ini pun mengatakan jangan sampai hakim menolak yang kemudian berimbas muncul opini membiarkan kesalahan-kesalahan penyidik. "Hakim harus menerima eksepsi yang diajukan oleh Ongen, jika ditolak maka berbahaya bagi penegakan hukum di Indonesia," tandasnya.