Hakim: Tidak ada ongkos biaya perkara di MK
"Di Petitum Anda Nomor 8 disebutkan 'menghukum termohon dengan membayar ongkos perkara'. Petitum ini menyesatkan".
Sebagian kuasa hukum rupanya tidak memahami secara baik isi permohonan dalam sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu terlihat adanya bunyi petitum yang dibacakan Kuasa Hukum Pasangan Calon Luther Walilo dan Beay Adolf, Lambok Lumbun Gaol di Pilkada Yalimo, Papua, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan di MK.
Menanggapi itu, Hakim MK I Dewa Gede Palguna menegaskan tidak ada ongkos perkara dalam sidang di MK.
"Di Petitum Anda Nomor 8 disebutkan 'menghukum termohon dengan membayar ongkos perkara'. Petitum ini menyesatkan, tidak ada ongkos biaya perkara di MK," ujar Palguna dalam persidangan di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (11/1).
Palguna menjelaskan, jika pemohon membayar transportasi dari Yalimo, Papua, ke Jakarta untuk mengikuti sidang PHP di MK, hal tersebut bukanlah biaya perkara. Menurutnya, biaya tersebut merupakan biaya transportasi yang memang menjadi tanggung jawab pemohon.
"Jangan sampai dipikir nanti biaya transportasi termasuk biaya perkara yang dibebankan kepada termohon," ungkap dia.
Sebagaimana diketahui, dalam pokok permohonan, Kuasa Hukum Pemohon Lumbun Gaol mengungkapkan bahwa pasangan calon nomor urut 3 (Er Daby-Lakius Peyon) telah melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di 110 TPS yang tersebar di 4 distrik atau kecamatan dengan jumlah 24.490 DPT.
"Berdasarkan keterangan saksi kami, ditemukan pemungutan suara dilaksanakan 8 Desember 2015 malam (sehari sebelum hari pemungutan) di empat distrik ini. Distrik tersebut antara lain Abenaho di 65 TPS, Benawa di 9 TPS, Welarek di 29 TPS dan Elelim di 7 TPS," beber Lumbun.
Karena itu, pihaknya, meminta MK untuk membatalkan penetapan rekapitulasi hasil pilkada oleh KPU dan meminta KPU setempat untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 110 TPS yang tersebar empat distrik.