Hampir setahun jadi tersangka, Kadisdik Jabar belum juga ditahan
Selain mark up, tesangka Asep juga menggunakan nama perusahaan fiktif
Sudah hampir satu tahun ditetapkan sebagai tersangka, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Asep Hilman belum juga ditahan. Asep merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan buku Aksara Sunda di Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar.
"(Asep) sudah hampir setahun ditetapkan sebagai tersangka. Harusnya dia segera ditahan. Yang lain baru jadi tersangka tiga bulan saja, sudah ditahan. Ini sudah hampir setahun, enggak juga ditahan," kata Ketua Lembaga Pemerhati Hukum dan Kebijakan Publik (LPHKP) Jabar, Erlan Jaya Putra di Bandung, Kamis (23/6).
Menurut dia, penahanan terhadap tersangka penting dilakukan untuk menunjukkan bahwa penyidikan yang dilakukan Kejati Jabar tidak ada diskriminasi. Dia mencontohkan, kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Jabar, baru saja menjadi tersangka sehari tapi sudah dilakukan penahanan.
"Makanya harus cepat ditahan. Ini juga untuk kepentingan tersangka, jangan sampai nasib tersangka digantung," jelasnya.
Asep ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No 478/02/fd.1/09/2015. Tersangka diduga telah melakukan mark up harga pengadaan buku aksara Sunda.
Alokasi anggarannya pada 2010 sebesar Rp 4,6 miliar. Saat kasus ini bergulir pada 2010, Asep berperan sebagai kuasa pengguna anggaran.
Selain dituding telah menggelembungkan harga, tersangka Asep Hilman pada proyek pengadaan barang ini juga menggunakan nama perusahaan fiktif. Perusahaan abal-abal itulah yang memenangi tender pengadaan buku aksara Sunda tersebut.
Dari hasil penyidikan petugas terungkap, keberadaan nama-nama perusahaan yang memenangi tender itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penyidikan juga mengungkap ada beberapa daerah (kabupaten/kota) yang tidak menerima buku Aksara Sunda.
Pada kasus ini penyidik menjerat Asep Hilman dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31/1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI nomor 20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Ancaman hukuman kedua pasal itu mencapai 20 tahun penjara.