HTI desak Presiden Jokowi cabut Perppu Ormas dan minta maaf
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) telah disiapkan dengan menggandeng ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. HTI juga mendesak Presiden Jokowi mencabut perppu itu.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) telah disiapkan dengan menggandeng ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. HTI juga mendesak Presiden Jokowi mencabut perppu itu.
"Kami akan melakukan perlawanan hukum. Tentu kami akan ajukan judicial review, dalam hal ini HTI telah menunjuk Yusril Ihza Mahendra untuk melakukan permohonan uji materil terhadap perppu ini," kata Tim Hukum HTI, Ahmad Khozinudin, di gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/7).
Selain itu, HTI juga akan melakukan upaya perlawanan politik dengan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak mengesahkan ataupun menolak Perppu tersebut. "Kemudian kami akan melakukan perlawanan politik kami akan mendorong DPR RI untuk membatalkan perppu," ujarnya.
"Tapi kami yang sangat kami khawatirkan dan ini akan mengkhawatirkan seluruh ormas sebelum DPR menyatakan batal atau mengesahkan Perppu ini pada masa sidang selanjutnya yang kira-kira bulan September ini efektif berlaku dan bisa makan korban. Dan saya katakan kepada seluruh orang walaupun ini sasaran pada HTI, perppu ini bisa menyasar pada siapapun ormas," imbuhnya.
Menurut Ahmad, sebenarnya ada satu cara untuk menghindari proses hukum dari pembatalan Perppu ini yaitu dengan cara dicabut langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menandatangani Perppu tersebut. Kemudian tambahnya, Jokowi juga harus meminta maaf atas atas keputusannya itu.
"Inilah yang akan kami sampaikan tetapi meskipun ini semua kami lakukan ada satu jalan Perppu ini bisa ditarik jadi tidak perlu proses hukum tidak perlu proses politik ke DPR, tetapi Pak Jokowi dengan logowo menarik apa yang telah dikeluarkannya," ucapnya.
"Kemudian meminta maaf pada publik. Ini lebih ksatria dan wibawa ketimbang Pak Jokowi memaksakan diri berbuat salah meneruskan Perppu itu dibawa ke DPR," pungkasnya.