Hujan sindiran karena Santoso tak kunjung tertangkap
Santoso dan pengikutnya saat ini diperkirakan tinggal 22 orang.
Santoso alias Abu Wardah diyakini bersembunyi di hutan Sulawesi. Dia merupakan pemimpin dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kelompok MIT juga masuk dalam daftar Teroris Global versi AS.
Ahli terorisme mengatakan, MIT adalah kelompok teror turunan dari Jamaah Islamiyah (JI), cabang Al Qaidah di Asia Tenggara yang menjadi dalang Teror Bom Bali pada 2002 dan 2005. Santoso menyatakan berbaiat kepada ISIS dalam sebuah rekaman suara yang dirilis MIT pada Juli 2014.
-
Bagaimana Dr. Sardjito membuat ransum TNI? Kecerdikan Sardjito dalam membuat ransum melahirkan inovasi bernama 'Biskuti Sardjito'. Bentuknya yang bulat bisa memberikan energi untuk para tentara ketika di medan perang.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Apa yang ditemukan Densus 88 saat menangkap ketujuh pelaku ancaman terhadap Paus Fransiskus? "Kita temukan barang barang yang terkait propaganda saja seperti penggunaan logo logo, foto-foto, kemudian kata-kata. Logo ISIS misalnya, logo-logo yang merujuk pada tanda tertentu yang biasa digunakan kelompok teror, salah satu misalnya bendera bendera itu ya," kata dia di GBK, Jumat (6/9).
-
Mengapa Dr. Sardjito membuat ransum TNI? Ketika momen Serangan Umum 1 Maret 1949, Sardjito mulai melakukan pembuatan ransum tentara dengan bahan yang sama seperti milik tentara Belanda.
-
Kapan Dr. Sardjito mulai membuat ransum TNI? Ketika momen Serangan Umum 1 Maret 1949, Sardjito mulai melakukan pembuatan ransum tentara dengan bahan yang sama seperti milik tentara Belanda.
Kapolri dan TNI telah lama melakukan operasi gabungan untuk menumpas kelompok Santoso. Operasi Camar Maleo I-IV untuk memburu kelompok Santoso sudah berakhir. Bahkan, pemerintah menjalankan operasi baru diberi nama Operasi Tinombala yang melibatkan sekitar 2.500 pasukan gabungan TNI-Polri.
Namun hingga Operasi Camar Maleo dihentikan dan menjadi Operasi Tinombala, kelompok bersenjata pimpinan Santoso belum juga tertangkap. Selain memperpanjang operasi, saat ini Polri pun tengah menyiapkan personel terbaik untuk menangkap kelompok Santoso.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti berkomitmen terus memburu Santoso dan pengikutnya yang hingga saat ini diperkirakan tinggal menyisakan 22 orang.
Diakuinya, bukan hal mudah melumpuhkan kelompok Santoso. Polisi dan TNI mengklaim sudah berupaya keras meringkus Santoso. Bahkan sampai ada anggota yang gugur dalam baku tembak ketika menyergap kelompok Santoso.
Hujan kritik dan sindiran pun muncul lantaran belum tertangkapnya Santoso Cs. Merdeka.com merangkumnya. Berikut paparannya.
Lebih habat dari TNI dan Polri
Satuan petugas gabungan TNI dan Polri dalam operasi Tinombala hingga saat ini belum berhasil menangkap Santoso alias Abu Wardah. Aparat terus melakukan pengejaran kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) UU Terorisme, Muhammad Nasir Djamil menilai, perlu adanya pengawasan lebih ketat terhadap aparat dalam memberantas terorisme di Tanah Air. Sebab, selama ini penegak hukum justru terlihat lebih lemah ketimbang pelaku terorisme.
"Bisa memahami serius hadapi terorisme, keanggotaan Santoso menunjukkan lebih hebat dari TNI dan Polri," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/5).
Nanti salah bunuh lagi
Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa mengatakan, perburuan terhadap Santoso seharusnya melalui operasi gabungan dengan melibatkan pasukan khusus TNI, bukan hanya mengandalkan Densus 88 semata. Bagi dia, hal itu seharusnya dilakukan sejak awal oleh Pemerintah.
"Kenapa Kopassus enggak dilibatkan dari dulu, kesannya kan seperti dipelihara," kata Desmond ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Kamis (24/3).Â
Kesan dipelihara menurut Desmond, karena operasi perburuan Santoso ini sudah memakan waktu lama. Sehingga muncul isu Santoso sengaja tidak ditangkap menunggu momen yang pas.
"Seharusnya operasi gabungan dari dulu. Kalau hanya Densus 88 nanti mereka salah bunuh lagi. Kan sudah ada yang begitu, ada penolakan dari masyarakat sekarang atas Densus. Ada Denjaka segala macam. Kenapa itu tidak dilibatkan?" pungkas politisi Gerindra ini.
Sosok imajiner
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto menduga bisa saja Santoso adalah sosok imajiner alias tidak pernah ada. "Saya kira begitu, yang saya takutkan," katanya.
"Anak buahnya yang ditembak kemarin saja mereka enggak kenal dan enggak tahu namanya. Tapi setelah mati dengan mudahnya bilang itu pengikut terduga teroris Santoso. Bagaimana ini menembak mati orang yang tidak dikenal tapi dicap teroris kelompok Santoso, ini aneh bin ajaib," ucapnya.
Densus fokus di kota bukan hutan
Pakar dan peneliti terorisme di Asia Tenggara dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones menuturkan, letak keberadaan Santoso di hutan Poso makin menyulitkan untuk memburu jaringan peneror ini.Â
Menurut Sidney, sulitnya operasi penangkapan Santoso, bisa jadi juga karena penanganan terorisme di bawah Detasemen Khusus 88 masih dianggap belum memenuhi harapan.
"Kalau kita lihat latihan yang dikasih kepada Densus misalnya, semuanya terfokus pada terorisme di kota, tidak di hutan," ujar Sidney Jones saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis kemarin.Â
Â
(mdk/noe)