ICW Yakin Ada Unsur Pidana pada Syafruddin Arsyad Temenggung
Merujuk fakta persidangan Syafruddin, Donal mengatakan perbuatan melawan hukum secara jelas terlihat. Rapat terbatas dengan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden saat itu, ia tidak menyampaikan bahwa pemegang saham kendali BDNI itu misrepresentasi.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) divisi politik dan korupsi, Donal Fariz, meyakini terdapat unsur pidana atas tindakan Syafruddin Arsyad Temenggung. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu lepas dari jerat hukum.
"Syafruddin sudah tahu dan ada irisan pidana. Dalam proses panjang, Syafruddin tahu Sjamsul Nursalim misrepresentasi, tahu ada 2 keputusan KKSK sebelumnya, tahu Sjamsul Nursalim tidak pernah kooperatif," ujar Donal dalam diskusi publik MMD Initiative, Jakarta, Rabu (31/7).
-
Kenapa ICW mengkritik KPK? Aksi yang dilakukan ICW ini untuk mengkritik KPK karena tak kunjung berhasil menangkap buronan kasus korupsi Harun Masiku sejak empat tahun lalu.
-
Apa yang dilakukan ICW untuk mengkritik KPK? Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menangkap Harun Masiku di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
-
Bagaimana cara ICW mengkritik KPK? Saat melancarkan aksinya, para aktivis ini tampil memakai topeng pimpinan KPK yang dimulai dari Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, hingga Johanis Tanak.
-
Apa yang menjadi status Karna Suswandi di mata KPK? Yang jelas Kami tidak masuk di dalam Ranah politik Jadi kalau memang itu Boleh atau tidak boleh bisa atau tidak bisa. Maka itu tentunya dikembalikan oleh KPU ya sebagai lembaga yang akan menentukan statusnya yang bersangkutan
-
Apa yang diutarakan BW terkait putusan MK? Dengan lantang BW menyebut dalil yang dimohonkan kubunya sejalan dengan pendapat para hakim mengenai diperlukannya pemungutan suara ulang di beberapa daerah.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
Merujuk fakta persidangan Syafruddin, Donal mengatakan perbuatan melawan hukum secara jelas terlihat. Rapat terbatas dengan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden saat itu, ia tidak menyampaikan bahwa pemegang saham kendali BDNI itu misrepresentasi.
Rapat itu membahas penghapusbukuan atau mengeluarkan aset yang dianggap tidak produktif.
"Saat menghadiri rapat membahas write off tidak sampaikan ke Mega yang bersangkutan (Sjamsul) tidak kooperatif," tukasnya
Sjamsul dianggap tidak koperatif karena selalu absen saat mendapat panggilan dari KKSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan). Dua kali KKSK memanggil, dua kali pula Sjamsul tak kunjung menampakkan batang hidungnya guna mengklarifikasi adanya kredit macet dari jaminan Sjamsul.
Diketahui, MA memutuskan Syafruddin lepas dari jerat hukum pidana atas kasus penerbitan SKL BLBI terhadap BDNI. Dalam surat putusan kasasi yang disampaikan Kabiro Humas MA, Abdullah, menyebut bahwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu memang bersalah atas perbuatannya hanya saja majelis hakim menilai tindakan Syafruddin bukan ranah pidana.
Hakim juga meminta agar jaksa mengeluarkan Syafruddin Arsyad dari tahanan, mengembalikan segala barang bukti kepadanya. Jaksa juga diminta memulihkan hak dan martabat Syafruddin.
Di tingkat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, ia dijatuhi vonis pidana penjara selama 15 tahun, denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih tinggi daripada Pengadilan Tipikor Jakarta. Di pengadilan tahap pertama, Syafruddin divonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Syafruddin, sebagai Kepala BPPN periode 2002-2004 menerbitkan surat keterangan lunas terhadap BDNI. Padahal, dalam prosesnya, Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham tidak pernah kooperatif mengklarifikasi perihal aset PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wahyuni Mandira (WM).
Dua perusahaan tambak itu dijadikan jaminan oleh Sjamsul sebagai pengurang jumlah kewajiban pemegang saham melunasi utang, namun aset keduanya tidak lancar alias mengalami kredit macet. Dari penerbitan SKL tersebut, jaksa menilai negara telah dirugikan Rp4,58 triliun.
Baca juga:
Soal Pemilihan Wagub DKI, Gerindra Minta PKS Lobi Pimpinan DPRD
Jangan Terseret Politik, KPK Harus Fokus Tuntaskan Kasus Besar
Kasus BLBI, KPK Pertimbangkan Sjamsul Nursalim dan Istri Masuk DPO
Sjamsul dan Itjih Nursalim Mangkir Lagi, Ini Langkah KPK
Rizal Ramli Beberkan Awal Mula Pemerintah Kucurkan BLBI
Rizal Ramli Usai Diperiksa Terkait BLBI: Yang Terlibat tuh yang Kuasa-kuasa ya
Rizal Ramli Penuhi Pemeriksaan KPK Sebagai Saksi Kasus BLBI
Rizal Ramli Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus BLBI