Ingin lindungi mahasiswa, alasan pemerintah bekukan 200 PTS
Rasio dosen dan mahasiswa terlampau jauh dan konflik internal dianggap bisa menyulitkan kondisi perkuliahan.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) membekukan lebih dari 200 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia. Menristek Dikti, Muhamad Nasir, menyatakan melakukan hal itu demi melindungi mahasiswa.
Nasir mengatakan, banyak alasan kenapa pemerintah memilih membekukan kampus-kampus swasta itu. Pertama adanya konflik internal.
"Konflik yang korban siapa? Kan mahasiswa. Ini kami ingin lindungi mahasiswa. Jangan sampai mahasiswa jadi korban akibat dari para pemilik ini berkonflik. Kalau ini terjadi terus menerus, ini bahaya. Pemerintah harus melindungi," kata Nasir usai menghadiri acara bincang-bincang Indonesia Mencari Doktor, di kampus Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca, Bandung, Kamis (8/10).
Alasan selanjutnya mengapa beberapa kampus swasta dihentikan kegiatan perkuliahannya, lantaran rasio dosen dan mahasiswa tidak sebanding. Menurut Nasir, perbandingan dosen-mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan kampus swasta berbeda.
Di kampus negeri, rasio ideal antara dosen dan mahasiswanya adalah 1:20 (jurusan ilmu pengetahuan) atau 1:30 (ilmu sosial). Sementara di kampus swasta, rasio jumlah mahasiswa dan dosen mencapai 1 berbanding 35 buat jurusan ilmu eksakta, dan 1:45 bagi ilmu sosial.
"Tapi kejadiannya ada yang 1 berbanding 150, ada yang 1 banding 200, 300 sampai tertinggi satu banding 750," ucap Nasir.
Nasir mengatakan, selain bermasalah dengan rasio dosen dan mahasiswa, kampus swasta dibekukan itu memiliki beragam polemik sehingga membuat situasi perkuliahan tidak nyaman.
"Masalah konflik pemilik yayasan dengan rektor, selanjutnya mungkin masalah pembelajaran yang tidak sesuai. Ini yang harus kami lakukan penonaktifan," ujar Nasir.
Setelah penonaktifan, Kemenristek Dikti akan melakukan pengelompokan guna dilakukan pembinaan. Sedangkan konflik internal harus diselesaikan dulu di pengadilan.