Ini penjelasan KPK tahan Sugiharto meski sedang sakit
Ini penjelasan KPK tahan Sugiharto meski sedang sakit. Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan penahanan Sugiharto sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penahanan Sugiharto, tersangka tindak pidana korupsi proyek e-KTP, merupakan hak penyidik KPK. Sugiharto ditahan di Rutan Guntur, Jakarta Selatan, selama 20 hari ke depan.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan penahanan Sugiharto sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Penahanan tidak berlandaskan kasihan atau tidaknya. Ada alasan subyektif dan itu sudah sesuai dengan Pasal 21 KUHAP karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti," ujar Yuyuk, Rabu (19/10).
Sugiharto sendiri mengaku siap dan menerima atas penahanan dirinya, meski dari pihak kuasa hukum Sugiharto, Soesilo Aribowo menolak penahanan kliennya.
"Secara manusiawi kami keberatan dengan penahanan ini tapi dari Pak Sugiharto sendiri menginginkan kasus ini cepat selesai," ujar Soesilo di gedung KPK, Rabu (19/10).
Seperti diketahui, tersangka dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Dukcapil Irman yang juga Kuasa Pengguna Anggaran proyek pengadaan e-KTP dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek e-KTP Sugiharto.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp 2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.
Irman dan Sugiharto disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang dia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).