Iwan Fals dan tokoh ini serukan koruptor dihukum mati
Saat pemerintah mengeksekusi 5 terpidana narkoba kemarin, wacana hukuman mati terhadap koruptor kembali muncul.
Wacana hukuman mati untuk korupsi muncul dari sidang komisi saat Munas Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, 2012 lalu. Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, hal ini harus dipertegas mengingat dalam kutipan di Alquran menyebut bahwa pelaku korupsi harus ditindak tegas.
Bahkan, pelaku korupsi harus mendapat hukuman seberat-beratnya yakni mulai dari dipotong kedua tangan dan kakinya, hingga dimusnahkan dari muka bumi.
"Korupsi masuk dalam kategori perbuatan fasad, perbuatan yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukuman untuk pelakunya adalah dipotong kedua tangan dan kakinya, atau dimusnahkan dari muka bumi," ujar dia.
Saat eksekusi 5 terpidana narkoba kemarin, wacana hukuman mati terhadap koruptor kembali muncul. Salah satunya dari musisi legendaris Iwan Fals. Bagaimana penjelasan Iwan Fals selengkapnya? Berikut komentar Iwan Fals dan mereka-mereka yang setuju hukuman mati diterapkan bagi para koruptor, seperti yang berhasil dihimpun merdeka.com, Selasa (20/1):
-
Kapan HUT Kopassus diperingati? Kopassus didirikan pada tanggal 16 April 1952. Selamat ulang tahun ke-72, Kopassus!
-
Kapan Gayanti Hutami lulus SMA? Momen kelulusan SMA Gayanti bareng ibunya di tahun 2018 tuh epic banget deh.
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Kapan Kapolda Kepri mencium istrinya? Kapolda Kepulauan Riau, Irjen Yan Fitri Halimansyah tertangkap kamera sedang mencium istrinya saat melantik ratusan calon anggota Polri di Polda Kepri.
-
Kapan Choirul Huda meninggal? Ia bertabrakan dengan rekan satu timnya pada Liga 1 2017 silam saat melawan Semen Padang.
-
Kapan Kesepian Kronis muncul? Peristiwa besar dalam hidup, seperti kehilangan orang yang dicintai, perceraian, atau pensiun, dapat menyebabkan kesepian.
Iwan Fals: Gembong narkoba mati, Koruptor kapan didor mati
Musisi senior Iwan Fals yang dikenal dengan karya-karyanya yang kerap mengkritik pemerintahan, kembali membuat single lagu yang bertemakan korupsi dan narkoba. Pernyataan tersebut ditulis Iwan melalui akun Twitter pribadinya.
Seperti dikutip merdeka.com dari akun @iwanfals, Senin (19/1), Iwan mengaku mengapresiasi langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba pada Minggu (18/1) kemarin. Dia kemudian mempertanyakan keberanian Presiden Jokowi mengeksekusi mati terdakwa kasus korupsi.
Pertanyaan tersebut ditulis Iwan dalam lirik yang akan dijadikan lagu yang berjudul 'Koruptor dan Narkoba'. Lagu tersebut diciptakan Iwan terkait keresahannya terhadap kasus korupsi dan narkoba yang ada di negara ini.
Dalam lirik tersebut, ayah dari almarhum Galang Rambu Anarki ini menuliskan, "Gembong narkoba mati Koruptor kapan di dor mati. Ayo mister presiden Tak tunggu hukum bedil di tukang util." Meski telah menciptakan lirik, Iwan Fals mengaku lirik tersebut belum hasil akhir. Masih ada yang harus diperbaikinya lagi.
"Sementara ini dulu, nanti diurek2 lagi, siapa tau jadi lagu. Tks."
Bukan cuma terpidana narkoba, Emil setuju koruptor dihukum mati
Lima terpidana kasus narkoba dieksekusi mati pada Minggu (18/1) kemarin. Mereka merupakan jaringan narkoba internasional. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mendukung apa yang dilakukan pemerintah dengan mengeksekusi narapidana narkoba.
Bukan cuma itu, hukuman serupa pantas diterima koruptor. "Saya setuju karena di China juga dihukum mati (koruptor)," kata pria yang akrab disapa Emil itu di Balai Kota Bandung, Senin (19/1).
Pria berkaca mata itu menyebut sistem hukum di Indonesia tentu berbeda dengan di luar negeri terutama kawasan barat. Sehingga dia menjunjung tinggi sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
"Kalau di barat banyak yang tak mengenal hukuman mati. Jadi ada value lokal saja. Valuenya di Indonesia harus ada hukuman mati," terangnya.
"Jadi saya menghargai nilai yang disepakati, karena hukum merupakan kesepakatan," ucapnya menambahkan.
Ahok setuju kepala daerah yang korupsi dihukum mati
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) setuju dengan pernyataan Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Syahrul Yasin Limpo. Pria yang kini juga menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan itu menegaskan para kepala daerah siap dihukum mati jika terbukti korupsi.
"Boleh. Aku oke aja (kepala daerah korupsi dihukum mati), bagus," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (26/11).
Namun Ahok menjelaskan, untuk menetapkan seseorang dijatuhkan hukuman mati atau tidak, bukan kesepakatan yang berbicara melainkan hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi.
"Ya kan peraturannya juga belum ada. (Hukuman mati) kan tergantung hakim yang mutusin," ujar Ahok.
Sebelumnya, dalam pertemuan gubernur se-Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa barat kemarin, Ketua APPSI Syahrul Yasin Limpo menegaskan, jika ada kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, biarkan hukum yang bekerja. Bahkan jika terbukti bersalah dia mempersilakan negara memberi hukuman terberatnya.
"Belum apa-apa kami terekspos di media, padahal kami belum tentu bersalah. Diharapkan pemanggilan oleh aparatur harus melalui gubernur, ini perlu dilakukan. Kalau kami bersalah, hukum saja, kalau perlu hukum mati," ujar Syahrul Yasin Limpo.
Dukung NU, Ruhut setuju hukuman mati koruptor
Nahdlatul Ulama (NU) mengemukakan pelaku korupsi harus mendapat hukuman seberat-beratnya yakni mulai dari dipotong kedua tangan dan kakinya, hingga dimusnahkan dari muka bumi. Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul mendukung pendapat NU terkait hukuman mati koruptor.
"Korupsi itu penyakit menahun, harus ada shock terapi. Saya setuju hukuman mati dari NU, walaupun saya yang pertama kali bicara hukuman mati," kata Ruhut kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/9).
Ruhut mengacu pelaksanaan hukuman mati untuk koruptor di China. Sejak diterapkan hukuman mati, kini China menjadi negara bersih dari tindak pidana korupsi. Walaupun koruptor juga manusia, namun korupsi adalah penyakit yang harus disembuhkan dan berbahaya jika tidak segera ditangani.
"Hukuman mati harus, kalau tidak dihukum mati, ya tidak ada takutnya para koruptor itu," ujarnya.
Sebelumnya, wacana hukuman mati untuk korupsi muncul dari sidang komisi saat Munas Nahdhatul Ulama di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, hal ini harus dipertegas mengingat dalam kutipan di Alquran menyebut bahwa pelaku korupsi harus ditindak tegas. Bahkan, pelaku korupsi harus mendapat hukuman seberat-beratnya yakni mulai dari dipotong kedua tangan dan kakinya, hingga dimusnahkan dari muka bumi.
"Korupsi masuk dalam kategori perbuatan fasad, perbuatan yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukuman untuk pelakunya adalah dipotong kedua tangan dan kakinya, atau dimusnahkan dari muka bumi," ujar dia.
Mantan Menkeu Agus Martowardojo dukung koruptor dihukum mati
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) yang berlangsung di Palimanan Cirebon telah usai. Beberapa hasil musyawarah tersebut di antaranya menyetujui diberlakukannya hukuman mati bagi para koruptor.
Putusan ini merupakan salah satu hasil dari sidang komisi masail al waqi'iyah yang dilakukan di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat pada Minggu (16/9/2012) lalu. Putusan pemberlakuan hukuman mati ini pun mendapatkan banyak simpati dan dukungan.
Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo pun angkat bicara soal hukuman mati bagi para koruptor ini. "Kalau kita mendapatkan persetujuan UU untuk memberi hukuman mati, ya kita beri," ujarnya saat ditemui di Hotel Four Season, Jakarta, Senin (17/9).
Agus mengatakan, pemerintah terus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Bahkan tahun 2005 hingga 2012 sebanyak 50 persen dari 524 pemerintah daerah dijaring penegak hukum karena korupsi.
"Sementara lihat anggota di pusat, bekas menteri segala macem semua kena, bahkan sekarang banyak pengusaha-pengusaha besar yang selama ini tidak tersentuh (hukum) akhirnya kena," katanya.
Priyo Budi Santoso pun setuju koruptor dihukum mati
Dukungan serupa juga dilontarkan oleh pimpinan DPR. Menurut mantan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, hukuman mati layak dilakukan kepada koruptor yang telah melakukan korupsi secara berulang-ulang dan masif.
"Intinya jangan mencegah ke hukuman mati. Kalau pun itu dilakukan kepada mereka yang sudah melakukan berulang-ulang dan masif, saya pikir itu harus mendapat apresiasi. Karena ada dua mahzab, yang satunya lagi menyetujui, satu lagi menyetujui secara masif," kata Priyo di Gedung DPR.
Fatwa hukuman mati terhadap koruptor ini bisa dijadikan sebagai terapi kejut, agar 'budaya' korup di negeri ini bisa hilang.
"Saya kira pendapat itu clear. Intinya mereka ingin memberikan terapi kejut dan yang dilakukan kepada mereka berulang-ulang. Saya kira itu baru boleh dilakukan," imbuhnya.
Priyo menilai apa yang dikemukakan ormas NU adalah hal yang efektif. Dia mengaku termasuk penganut mahzab hukuman mati kepada para koruptor. "Tetapi seluruh. Bukan hanya pada terorisme dan narkoba," tegas Priyo.