Jadi Saksi Suap, Staf Pemprov Jatim Mengaku Ikhlas Uang Rp1,4 M Dirampas Negara
Erma Novia Candra Gunawan, staf Biro Perekonomian Pemprov Jatim mengaku ikhlas uang sebesar Rp1,4 miliar dalam lemari miliknya dirampas negara. Uang tersebut kini tengah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan suap dana hibah pokok pikiran (Pokir) Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P Simanjuntak.
Erma Novia Candra Gunawan, staf Biro Perekonomian Pemprov Jatim mengaku ikhlas uang sebesar Rp1,4 miliar dalam lemari miliknya dirampas negara. Uang tersebut kini tengah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan suap dana hibah pokok pikiran (Pokir) Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P Simanjuntak.
Erma diketahui juga merupakan istri dari Zaenal Afif Subeki, staf Kesekretariatan Dewan (Sekwan) Pemprov Jatim. Nama Afif sering mengemuka di persidangan Sahat, karena dianggap memiliki peranan sentral dalam urusan dana hibah pokir ini. Afif, diketahui sebagai pihak dari legislatif yang intens berkomunikasi dengan eksekutif.
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
Saat menjadi saksi, Erma sempat disentil Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, terkait dengan kepemilikan uang Rp1,4 miliar yang disita dari dalam lemari rumahnya. JPU meminta pada Erm, agar menjelaskan asal muasal uang tersebut.
"Uang tersebut berasal dari usaha, kontrakan rumah, dan uang gaji," pungkasnya, Selasa (4/7).
Ia pun ditanya jaksa, apakah selama ini memiliki catatan mengenai asal usul uang tersebut. Dengan cekatan, Erma menjawab tidak punya catatan yang dimaksud.
Perempuan ini mengakui, lebih senang menyimpan uang tunai dari pada menyimpannya di rekening bank. Ia beralasan, membutuhkan uang tunai agar dapat membayar gaji para karyawannya.
"Apakah Anda punya catatan uang yang disimpan dari mana saja? Misalnya ini dari pabrik sekrup, pabrik es, dari gaji, ndak ada catatannya?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Dame Maria Silaban.
"Ndak ada," jawab Erma.
"Apakah uang ini dari gaji dan uang hasil usaha saja? Apa tidak pernah Saudara Afif menyampaikan kalau ini pemberian dari anggota Dewan, dari fraksi ini, dari pimpinan Dewan, apa pernah?" cecar Dame.
"Akhir-akhir ini pernah mengatakan kalau ada sebagian dari anggota Dewan, tidak menyebutkan namanya," jawab Erma.
"THR berapa nilainya?" tanya jaksa.
Istri Zaenal afif mengaku tidak pernah menghitungnya. "Saya ndak pernah menghitungnya, saya dapat langsung saya masukkan ke lemari," katanya.
"Saat penyitaan kan uangnya baru semua, katanya mengumpulkan sejak 2003, kalau lihat uangnya kan emisi baru sekitar 2020 an lah, kapan nukarnya?" sorot jaksa.
PNS di Biro Perekonomian Setda Prov Jatim ini mengungkapkan jika dirinya menukarkan uang saat mengambil gaji.
Jaksa terus mengejar sumber uang tunai yang disita KPK dari kamar saksi senilai Rp1,4 Miliar. Namun Erma tetap menegaskan jika itu dari penghasilan gaji suami istri dan penghasilan lain.
Dalam sidang ini diketahui penghasilan Zaenal Afif Subeki antar Rp80-120 juta per bulan. Angka itu berasal dari gaji dan tunjangan PNS Sebagai Kasubag Rapat Setwan DPRD Jatim sekitar Rp 40 juta/bulan dan sejumlah usaha lain yang tengah dijalankannya. Sementara istrinya berpenghasilan PNS sekitar Rp12 juta ditambah dari pabrik sekrup Rp20-25juta dan dari pabrik es sekitar Rp5-10juta per bulan.
Menariknya, saat salah satu hakim bertanya pada Erma apakah dia bisa membuktikan perolehan uang tersebut, Erma pun menjawab selama ini ia memang tak memiliki catatan apa pun. Jawaban ini memantik pernyataan hakim, jika ia tak bisa membuktikan perolehan uang tersebut, maka akan dapat dirampas negara seluruhnya.
"Kalau tidak bisa membuktikan uang itu dari usaha atau gaji, atau apa, maka uang itu bisa dirampas oleh negara semuanya," ujar hakim.
Sembari tersenyum, Erma pun menyatakan tidak berkeberatan. Padahal, uang tersebut berjumlah Rp1,4 miliar.
"Ya gak apa-apa, mau gimana lagi," ujar Erma sembari tertawa.
Dalam perkara Sahat ini, Erma dijadikan saksi lantaran di rumahnya ditemukan uang tunai sebesar Rp1,4 miliar. Uang tersebut terbagi dalam berbagai bentuk pecahan rupiah.
Sahat sendiri diduga menerima uang suap sebesar Rp39,5 miliar dari dua penyuap, yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. Sahat didakwa dengan dua pasal, pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.