Jalan Panjang Perlawanan Evi Novida Ginting Hingga Berakhir Manis
Kasus pemecatan Evi Novida sendiri bermula ketika dia dilaporkan oleh anggota DPRD Kalimantan Barat (Kalbar), Hendri Makaluasc ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Evi tidak sendiri, kala itu dia dilaporkan bersama 6 Komisioner KPU RI lainnya.
Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan untuk mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 terkait pemberhentian Evi Novida Ginting sebagai Komisioner KPU. Istana tidak akan melakukan banding atas keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Kasus pemecatan Evi Novida sendiri bermula ketika dia dilaporkan oleh anggota DPRD Kalimantan Barat (Kalbar), Hendri Makaluasc ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Evi tidak sendiri, kala itu dia dilaporkan bersama 6 Komisioner KPU RI lainnya.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang meminta tanda tangan Presiden Jokowi? Pasangan artis Vino G Bastian dan Marsha Timothy kerap disebut sebagai orang tua idaman. Pasalnya demi impian sang anak, Jizzy Pearl Bastian, pasangan orang tua ini rela melakukan segala cara.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Kapan gugatan terhadap Presiden Jokowi dilayangkan? Dilansir di situs SIPP PTUN Jakarta, Senin (15/1/2024), gugatan itu telah teregister dengan nomor perkara 11/G/TF/2024/PTUN.JKT tertanggal 12 Januari 2024.
-
Kenapa Vino G Bastian meminta tanda tangan Presiden Jokowi? Pasangan artis Vino G Bastian dan Marsha Timothy kerap disebut sebagai orang tua idaman. Pasalnya demi impian sang anak, Jizzy Pearl Bastian, pasangan orang tua ini rela melakukan segala cara.
Hendri menduga adanya praktik penggelembungan 2.414 suara ke pesaingnya yang berada di nomor urut 7 pada partai yang sama, yaitu Cok Hendri Ramapon. Penggelembungan suara terjadi di 19 desa yang ada di Pontianak, Kalimantan Barat.
Namun ternyata, laporan tersebut dicabut Hendri pada saat sidang perdana digelar oleh DKPP. Tidak bisa menerima alasan dari pelapor, DKPP memutuskan tetap melanjutkan kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra.
13 November 2019
DKPP menggelar sidang pertama perkara Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019. Pelapor Komisioner KPU, Hendri memutuskan untuk mencabut laporannya.
Menurut Hendri, proses pencarian keadilan yang dilaluinya sudah cukup panjang, dimulai dari pengaduan di Bawaslu Kabupaten/Kota, Bawaslu RI hingga Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, ia juga membawa perkara ini ke Mahkamah Partai Gerindra.
"Mahkamah partai sudah membuat keputusan untuk saya. Jadi saya pikir itu alasan kenapa saya tidak buka di DKPP," ungkapnya.
18 November 2019
DKPP kembali menggelar sidang yang menyeret Evi Novida. Dalam sidang kali ini, anggota DKPP Ida Budhiati mempertanyakan alasan Hendri mencabut laporannya.
"Saya masih belum menangkap apa alasan Saudara mencabut perkara. Coba tolong jelaskan," katanya di Jakarta.
Setelah mendengarkan penjelasan Hendri, berdasarkan Pasal 21 Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013 tentang Hukum Acara DKPP, DKPP tidak terikat dengan pencabutan perkara yang dilakukan oleh Pengadu.
Berdasarkan uraian pokok aduan dan bukti Pengadu, DKPP bisa tetap memeriksa perkara itu.
17 Januari 2020
Majelis sidang DKPP kembali menggelar sidang kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Dalam sidang tersebut, DKPP tidak melakukan pemeriksaan terhadap pengadu atas nama Hendri.
Kendati laporan dicabut, DKPP berkukuh menyidangkan perkara karena laporan dugaan pelanggaran etik tidak terikat laporan pengadu.
18 Maret 2020
Plt Ketua DKPP dengan surat No 012/K.DKPP/PP.00/III/2020 tanggal 18 Maret 2020, mengusulkan pemberhentian dengan tidak terhormat terhadap Evi Novida Ginting berdasarkan putusan DKPP 317-PKE-DKPP/X/2019.
Evi dinilai telah memenuhi syarat untuk diberhentikan dengan tidak terhormat sebagai anggota KPU periode 2017-2022.
"Bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan b perlu menetapkan pemberhentian dengan tidak hormat Dra. Evi Novida Ginting Manik, M.SP sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022, dengan keputusan presiden."
23 Maret 2020
Presiden Joko Widodo menerbitkan Keppres memberhentikan secara tidak terhormat anggota KPU 2017-2022 Evi Novida. Hal tersebut menimbang putusan DKPP 317-PKE-DKPP/X/2019 yang memutuskan pemberhentian terhadap Evi karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Putusan pemberhentian Evi tersebut telah resmi dengan diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres) No 34/P Tahun 2020.
"Memberhentikan dengan tidak hormat Dra. Evi Novida Ginting Manik, M.SP sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022," bunyi Keputusan Presiden tertanggal 23 Maret 2020.
April 2020
Tak terima pada SK Jokowi, Evi menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pertengahan April 2020. Alasannya karena SK Jokowi lahir berdasarkan putusan DKPP.
Menurut Evi, putusan DKPP itu cacat secara hukum dan tidak bisa ditoleransi. "Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa pengadu maupun saya selaku teradu," katanya, Minggu (19/4).
Selain karena tak diperiksa, Evi menyebut putusan DKPP cacat lantaran pengadu, Hendri Makaluasc, telah mencabut gugatannya di DKPP. Pengadu juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan di muka persidangan maupun saksi dalam sidang DKPP.
23 Juli 2020
PTUN Jakarta membatalkan Keputusan Presiden Joko Widodo yang memberhentikan Komisioner KPU RI periode 2017-2022 Evi Novida Ginting.
"Gugatan pemberhentian Evi Novida Ginting dikabulkan seluruhnya dan dalam hal ini keputusan presiden soal pemberhentian ditunda berlakunya sampai putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap)," kata penasihat hukum Evi, Heru Widodo saat dilansir Antara, Kamis (23/7).
Evi Novida Ginting mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Surat Keputusan Presiden Joko Widodo bernomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat per 23 Maret 2020. Gugatan itu diajukan pada April 2020 lalu dan baru diputuskan pada Kamis (23/7).
"Dengan putusan ini, tidak boleh ada proses PAW (Pergantian Antarwaktu) di DPR dan Presiden. Atas putusan tersebut, kami berharap tergugat juga bijaksana dalam mengambil langkah berikutnya," ujar Heru.
7 Agustus 2020
Jubir Presiden Jokowi Bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan, Jokowi menghargai keputusan PTUN Jakarta dan tidak melakukan banding.
"Presiden menghargai dan menghormati putusan PTUN yang bersangkutan, dan memutuskan untuk tidak banding," katanya lewat pesan singkat, Jumat (7/8).
Dini mengungkapkan, Presiden akan menerbitkan keputusan pencabutan Keppres pemberhentian Evi Novida sebagai anggota KPU sebagai tindak lanjut putusan PTUN. Dia mengaku, pertimbangan Presiden dalam hal ini dilandasi pada sifat Keppres yang administratif dan semata-mata hanya untuk memformalkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Keppres Nomor 34/P Tahun 2020 soal pemberhentian Evi Novida diterbitkan berdasarkan putusan DKPP dan karenanya substansi perkara ada dalam putusan DKPP, bukan Keppres," terangnya.
Presiden, lanjut dia, juga mempertimbangkan bahwa PTUN sudah memeriksa substansi perkara. Termasuk putusan DKPP terhadap Evi Novida dan memutuskan untuk membatalkan pemberhentian itu.
"Mengingat sifat Keppres adalah administratif, maka Presiden tidak melihat alasan untuk tidak menerima putusan PTUN. Substansi pemberhentian dikembalikan kepada DKPP," tuturnya.