Jika terbukti selundupkan senjata, pasukan perdamaian coreng nama RI
Jika terbukti selundupkan senjata, pasukan perdamaian coreng nama RI. Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf mengatakan prajurit-prajurit itu akan mencoreng nama baik Indonesia jika terbukti menyelundupkan senjata.
Pasukan Polri yang tergabung dalam tentara Misi Penjaga Perdamaian dituding hendak menyelundupkan senjata dan amunisi saat pulang ke Indonesia. Menanggapi hal ini, Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf mengatakan prajurit-prajurit itu akan mencoreng nama baik Indonesia jika terbukti menyelundupkan senjata.
"Indonesia terkenal paling banyak mengirim pasukan perdamaian. Bahkan kita punya tempat latihan di Sentul yang sangat bergengsi," kata Nurhayati saat rapat paripurna di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).
Kejadian ini, kata dia, juga berpotensi merusak hubungan diplomasi Indonesia dengan negara-negara lain. Nurhayati berharap pimpinan DPR mendesak pemerintah untuk menjelaskan dan mengusut oknum prajurit yang diduga melakukan tindakan itu.
"Kami harap pimpinan DPR meminta pemerintah menjelaskan kejadian ini dan mencari secara tuntas siapa yang melakukan dan secara transparan dilakukan pengadilan hukumnya terbuka sebagaimana kejadian di indonesia," tegasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini juga menilai tindakan ini akan menciptakan sikap saling curiga antara institusi Polri dan TNI.
"TNI bilang tidak, dimungkinkan diduga anggota polisi, bagaimana ini terjadi, saya minta Pimpinan DPR meminta pemerintah tanggung jawab," pungkasnya.
Sebelumnya, Pasukan militer Indonesia yang tergabung dalam tentara Misi Penjaga Perdamaian di Darfur (UNAMID) telah ditangkap di Bandara Al Fashir, Sudan Jumat (20/1) lalu.
Mereka ditangkap lantaran mencoba menyelundupkan senjata dan amunisi. Demikian laporan yang disampaikan pemerintah Darfur Utara seperti dilansir dari laman The Sudanese Media Centre, Senin (23/1).
Adapun jenis senjata yang diselundupkan antara lain 29 senapan Kalashnikov, empat senjata tembak, enam senjata GM3, 61 pistol berbagai jenis, serta amunisi dalam jumlah besar.
Pasukan UNAMID berangkat ke Sudan setelah menyelesaikan layanan perubahan rutinitas. Kapolri sendiri sudah mengerahkan gugus tugas kepada 140 personel ke Darfur.
Misi ini telah dilakukan di Darfur sejak Desember 2007 lalu menyusul banyaknya kekerasan terhadap warga sipil di wilayah barat Sudan tersebut.
Sementara itu, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul menjelaskan insiden itu. Menurutnya tak benar jika 139 anggota pasukan polisi penjaga perdamaian itu ditangkap.
"Saya tegaskan mereka bukan ditangkap tapi tertahan untuk kepulangan mereka. Bukan ditangkap ya, mereka tinggal di transit Camp di sana. Karena tempat mereka di Garuda Camp sudah diisi FPU 9," kata Kombes Martinus.
Peristiwa tersebut terjadi di Bandara. Saat itu para 40 personel polisi asal Indonesia baru usai memasukkan barang-barang milik seluruh anggota kontingen ke mesin X-Ray. Saat itu tak ada masalah sama sekali. Mereka bersiap pulang setelah satu tahun bertugas di Sudan.
"10 meter dari tumpukan ada tumpukan lain yang kemudian orang Sudan (polisi Sudan) nanya ini Indonesia punya? Dijawab bukan, ditanya lagi dijawab bukan, ditanya lagi dijawab bukan. Sampai 3 kali bertanya ya memang bukan karena kopernya berbeda tidak ada label Indonesia," kata Martinus.
"Warnanya berbeda dan bukan pasukan Indonesia punya. Tiba-tiba satu orang memanggil temannya dan memasukkan tumpukan itu ke X Ray, ketemulah senjata itu, kemudian ada tuduhan kepada FPU 8 ingin menyelundupkan senjata. Itu cerita dari Kasatgas FPU 8 AKBP Jhon Huntalhutajulu," lanjutnya.
Polisi menegaskan barang-barang itu bukan milik mereka. Setiap barang milik anggota FPU dilabeli khusus Indonesia. Mabes Polri masih mengusut kejadian itu. Mencari tahu siapa sebenarnya pemilik senjata-senjata tersebut.
"Polri akan mengirim personel ke Sudan untuk melihat bagaimana proses tersebut untuk mendalami dan berkomunikasi dengan pihak terkait di sana. Kedubes kita ada di sana, lalu ke UNIMAID," tutup Martinus.