Kapolri: Pelaporan UU ITE Bersifat Delik Aduan Tak Lagi Bisa Diwakilkan
Kemudian, untuk pelaporan yang bersifat hoaks, pencemaran nama baik nantinya akan diutamakan penyelesaian mediasi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan kini pelaporan UU ITE yang bersifat delik aduan tak lagi bisa diwakilkan. Harus korban sendiri yang membuat laporan.
"Yang menjadi catatan penting harus kita tindak lanjuti memberikan edukasi, selektif bagaimana membuat aturan sehingga proses penegakan UU ITE ini lebih mengedepankan hal-hal yang lebih bersifat edukasi," ujar Kapolri dalam Rapim TNI-Polri 2021 di Mabes Polri, Selasa (16/2).
-
Kapan Eno Sigit lahir? Retnosari Widowati Harjojudanto, atau Eno, lahir pada 10 April 1974, mendekati setengah abad usianya.
-
Kapan Arca Totok Kerot ditemukan? Pada tahun 1981, penduduk melaporkan adanya benda besar dalam gundukan di tengah sawah. Gundukan tersebut digali hingga terlihat sebuah arca. Penggalian hanya dilakukan setengah badan saja yaitu pada bagian atas arca.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Kapan Kapolda Kepri mencium istrinya? Kapolda Kepulauan Riau, Irjen Yan Fitri Halimansyah tertangkap kamera sedang mencium istrinya saat melantik ratusan calon anggota Polri di Polda Kepri.
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Kapan HUT Kopassus diperingati? Kopassus didirikan pada tanggal 16 April 1952. Selamat ulang tahun ke-72, Kopassus!
"Bila perlu laporan tertentu yang bersifat delik aduan, yang lapor ya harus korbannya, jangan diwakili lagi. Ini juga supaya kemudian tidak asal lapor dan kemudian nanti kita yang kerepotan," tegasnya.
Ia menambahkan, pelaporan-pelaporan seperti itu yang nantinya akan diperbaiki Korps Bhayangkara ke depannya.
"Dan bila perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal, ya tidak perlu ditahanlah. Jadi proses mediasi, mediasi enggak bisa, enggak usah ditahan," sambungnya.
Kemudian, untuk pelaporan yang bersifat hoaks, pencemaran nama baik nantinya akan diutamakan penyelesaian mediasi.
"Tapi untuk hal yang lain yang sifatnya hanya pencemaran nama baik, hoaks, yang masih bisa kita berikan edukasi, laksanakan edukasi dengan baik."
Membuat Virtual Police
Oleh karena itu, ia ingin dari Direktorat Siber untuk segera membuat virtual police. Sehingga, apabila ada kalimat yang kurang pas, maka akan langsung diberikan teguran.
"Penting kemudian dari siber untuk segera membuat virtual police. Sehingga begitu ada kalimat-kalimat yang kurang pas yang kemudian melanggar UU ITE, maka virtual police yang kemudian menegur. Menegur dan kemudian menjelaskan bahwa 'anda memiliki potnesi melanggar pasal sekian dengan ancaman hukuman sekian'," jelasnya.
"Kemudian diberikan sebaiknya dia harus melakukan apa. Ada hal-hal seperti itu, tolong dikerjasamakan dengan Menkominfo sehingga setiap ada konten-konten seperti itu virtual police muncul sebelum nanti cyber police yang turun. Jadi virtual police dulu yang turun untuk memberi edukasi," sambungnya.
Libatkan Influencer
Dalam hal ini, nantinya direncanakan bakal melibatkan influencer yang memiliki pengikut atau follower yang banyak dan dapat disukai oleh masyarakat luas.
"Saya kira ini juga bisa dengan melibatkan influencer yang disukai masyarakat yang memiliki follower banyak, sehingga proses edukasinya juga dirasakan nyaman, tidak hanya sekedar menakut-nakuti tapi kemudian membuat masyarakat tertarik," ucapnya.
"Kemudian sadar dan kemudian memahami bahwa yang begini boleh yang gini tidak boleh. Hal-hal seperti itu tolong dilaksanakan," pungkasnya.
Presiden Jokowi Soal UU ITE
Presiden Joko Widodo menyebut, Undang-undang ITE dibuat agar ruang digital di Indonesia menjadi sehat. Namun, dia meminta pelaksanaan undang-undang ITE tidak menimbulkan rasa ketidakadilan ketika menjerat orang.
"Saya paham undang-undang ITE semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, agar sehat, agar beretika dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif, tetapi implementasinya, pelaksanaannya jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," katanya dalam rapim TNI-Polri, Senin (15/2).
Oleh karena itu, Jokowi minta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran undang-undang ITE. Dia ingin pasal pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati.
"Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal pasal Undang-Undang ITE, biar jelas dan Kapolri harus meningkatkan pengawasan, agar implementasinya, konsisten, akuntabel dan berkeadilan," ucapnya.
"Kalau Undang-Undang ITE, tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR merevisi undang-undang ini, Undang-Undang ITE ini, karena di sinilah hulunya, di sinilah hulunya, revisi," tegas dia.
Terutama, kata Jokowi, menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda berbeda. Yang mudah diinterpretasikan secara sepihak.
"Tentu saja kita tetap menjaga ruang digital Indonesia, agar bersih, sehat, beretika agar penuh sopan santun, tata krama dan produktif," katanya.
Baca juga:
Strategi Kapolri Jalankan Perintah Jokowi Soal UU ITE: Utamakan Mediasi
Amnesty International: Mereka yang Dikriminalisasi dengan UU ITE Harus Dibebaskan
Kapolri Sebut Penggunaan UU ITE Sudah Tak Sehat, Dipakai Untuk Saling Lapor
YLBHI: 48 Persen Pelaku Kasus Pelanggaran Hak Berekspresi Adalah Aparat Negara
Jokowi Singgung Keadilan di UU ITE, PAN Bandingkan Kasus Baiq Nuril dan Abu Janda
676 Kasus UU ITE Berakhir di Jeruji Besi