Kasus e-KTP, KPK cegah 5 orang ke luar negeri
Kasus e-KTP, KPK cegah 5 orang ke luar negeri. "Selain dua orang tersangka, kami minta tiga orang lainnya juga dicegah, yaitu Isnu Edhi Wijaya, Anang Sugiana, dan Andi Agustinus," kata Febri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap lima orang terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK telah mengirimkan surat pada Imigrasi pada akhir September 2016 lalu untuk meminta dilakukan pencegahan terhadap sejumlah orang di kasus e-KTP untuk enam bulan sejak tanggal tersebut.
"Selain dua orang tersangka, kami minta tiga orang lainnya juga dicegah, yaitu Isnu Edhi Wijaya, Anang Sugiana, dan Andi Agustinus," kata Febri di Jakarta, Rabu (15/3).
Menurut Febri, para saksi yang dicegah tentu karena dibutuhkan keterangannya pada penyidikan tersebut saat itu.
Isnu Edhi Wijaya diketahui sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Anang Sugiana sebagai Direktur Utama PT Quadra Solution, dan Andi Agustinus selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri.
Terkait persidangan KTP-E, KPK dijadwalkan menghadirkan delapan saksi dalam sidang kedua pada Kamis (16/3) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Karena tidak ada eksepsi dari pihak terdakwa kami berencana akan menghadirkan delapan saksi dalam persidangan kedua. Belum kami bisa sebutkan namanya," ucap Febri.
Febri mengatakan dari koordinasi yang sudah dilakukan KPK bahwa pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan dalam 90 hari kerja ke depan.
"Jadi, 90 hari kerja ke depan mulai dari pembacaan dakwaan, kami akan hadirkan total 133 saksi pada persidangan," tuturnya.
Menurut Febri, KPK akan mendalami beberapa fakta-fakta yang memang sudah dimunculkan dalam dakwaan dan informasi-informasi lain yang kami harap bisa selesai dalam waktu 90 hari kerja.
Dalam persidangan pertama terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), staf Kemendagri, auditor BPK, swasta hingga korporasi yang menikmati aliran dana proyek KTP-E tersebut.
Pemeriksaan saksi nantinya juga untuk membuktikan imbalan yang diperoleh oleh anggota DPR dan pihak lain karena menyetujui anggaran KTP-E pada 2010 dengan anggaran Rp 5,9 triliun yang proses pembahasannya. Adapun kesepakatan pembagian anggarannya adalah:
1. 51 persen atau sejumlah Rp 2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek.
2. Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada: a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp 365,4 miliar.
b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261 miliar.
c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574,2 miliar.
d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp 574,2 miliar.
e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp 783 miliar.
Namun Setya Novanto dan sejumlah nama yang disebut telah membantah menerima uang haram ini.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
-
Apa arti KPPS? KPPS adalah singkatan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Ini merupakan organisasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan suara dalam Pemilu di Indonesia.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Mengapa kolaborasi KPK dan Polri dalam pemberantasan korupsi dianggap penting? Ini kerja sama dengan timing yang pas sekali, di mana KPK-Polri menunjukkan komitmen bersama mereka dalam agenda pemberantasan korupsi. Walaupun selama ini KPK dan Polri sudah bekerja sama cukup baik, tapi dengan ini, seharusnya pemberantasan korupsi bisa lebih garang dan terkoordinasi dengan lebih baik lagi,” ujar Sahroni dalam keterangan, Selasa (5/12).
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
Baca juga:
Jokowi marah dengar blanko e-KTP di-markup jadi Rp 16 ribu
PPP soal e-KTP: Jangan sebentar-sebentar pakai hak angket
Ketua KPK sebut ada kasus korupsi lebih besar dari e-KTP
Hanura sebut hak angket e-KTP terkesan DPR intervensi KPK
Jawab Fahri Hamzah, Ketua KPK bilang 'tersangka kok dibelain'
Serangan balik DPR ke KPK usai kasus e-KTP masuk persidangan