Kasus TPPU Wawan, KPK harus berani jerat pelaku pasif
Kasus TPPU Wawan, KPK harus berani jerat pelaku pasif. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta berani menjerat pelaku pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) pasif. Salah satunya, di kasus pencucian uang yang menjerat Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta berani menjerat pelaku pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) pasif. Salah satunya, di kasus pencucian uang yang menjerat Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Diduga pencucian uang yang menjerat Wawan ini disamarkan melalui aset milik sanak keluarga Wawan yang sebagian besarnya penyelenggara negara semisal istrinya Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rahmi Diany, keponakannya anggota DPR RI, Andika Hazrumy dan kakak kandungnya Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.
Ahli TPPU dari Universitas Trisakti Yenti Ganarsih mengaku sepakat dengan pernyataan KPK yang menyebut pendalaman kasus Wawan perlu pendekatan 'follow the money' atau teknik mengikuti aliran uang. Sebab dengan begitu, upaya penyamaran uang dari hasil korupsi Wawan bisa dideteksi.
"Seharusnya sangat bisa," ungkap doktor TPPU pertama di Indonesia itu, Jakarta, Kamis (22/10).
Dalam kasus ini, Andika yang mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten, Airin dan Ratu Atut Chasanah pun diketahui pernah digarap penyidik dalam proses penyidikan pencucian uang Wawan. Diduga sanak keluarga itu turut mengetahui dan berkaitan dengan pencucian uang Wawan.
Menurut Yenti, para pihak yang diduga turut menikmati hasil dari kejahatan khususnya dari tindak pidana korupsi bisa dijerat dengan sangkaan TPPU pasif. Ditegaskan dia, KPK tidak boleh hanya menangani pelaku pencucian uang aktif saja.
"KPK tidak boleh hanya menangani pelaku aktif tapi harus sampai pelaku pasif karena tujuan menerapkan TPPU adalah menelusuri hasil kejahatan (follow the money), maka kalau berhenti di TPPU aktif berarti tidak optimal dan upaya merampas kembali hasil korupsi tidak tercapai," tegas Yenti.
Dikatakan dia, KPK harus berani menjerat mereka yang diduga turut serta menikmati hasil dari kejahatan khususnya dari tindak pidana korupsi dengan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"KPK harus berani. Ingat polisi bisa menjerat suami Malinda Dee, Edys Adelia dll dengan TPPU pasif. KPK bisa mempelajari itu," pungkas Yenti.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, mereka yang diduga turut menikmati hasil dari kejahatan khususnya dari tindak pidana korupsi itu masuk kategori TPPU pasif. Mereka bisa dijerat dengan pasal TPPU pasif yakni, Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Bisa saja," tegas Saut, Jakarta, Rabu (21/10).
Saut bahkan mengaku tengah mempelajari dan mendalami dugaan penyamaran aset dari TPPU tersebut. Hal itu disampaikan Saut sekaligus membantah jika pihaknya terkendala dalam menjerat para penikmat pasif itu.
"Kita masih mempelajarinya lebih lanjut, TPPU sendiri kan baru beberapa tahun belakangan ini," tutur Saut.
Wawan sendiri telah disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Wawan juga disangka melanggar Pasal 3 Ayat (1) dan atau Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam proses penyidikan perkara ini, KPK telah menyita lebih dari 80 unit kendaraan terkait Wawan. Mulai dari mobil-mobil mewah seperti Ferrari dan Lamborghini, hingga truk-truk pengaduk semen. Penyidik juga telah menyita 17 bidang tanah Wawan di Bali.