'Kekerasan terhadap pembela HAM mirip rezim Orde Baru'
"Ada ancaman terhadap proses demokrasi kita dengan cara aparat penegak hukum melakukan kriminalisasi."
Pembela hak asasi manusia di Indonesia kerap mengalami pembatasan hak, kekerasan, kriminalisasi, penahanan, penculikan, bahkan penghilangan nyawa. Komnas HAM menilai kejadian ini seperti era Orde Baru.
"Berdasarkan pengaduan, terdapat pola pelanggaran Human Defender Right (HRD). Yang menjadi persoalan penyampaian pendapat atau kebebasan ekspresi dan kebebasan organisasi. Kembali pola ini mirip rezim Orde Baru. Pola kekerasan terhadap HDR. Agak berbeda dengan masalah transisi dan reformasi yang terjadi, pasal-pasal pelecehan nama baik," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Siti Noor Laila di kantornya, Jumat (29/5).
Parahnya perlakukan keji terhadap HDR justru diprakarsai oleh aparatur negara. Seluruh permasalahan bermuara pada adanya pengabaian oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.
"Hal yang paling penting, ada ancaman terhadap proses demokrasi kita dengan cara aparat penegak hukum melakukan kriminalisasi terhadap teman-teman HDR. Ini harus menjadi perhatian penting bagi pemerhati demokrasi," ujarnya.
Para pembela HAM kerap diberangus, karena mereka banyak mengambil peran strategis melakukan pendampingan masyarakat meraih haknya. Selain itu mereka turut mendampingi masyarakat untuk mengadvokasi supaya pemerintah memberikan pemenuhan.
"Sangat berisiko dan sampai sekarang belm ada undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap human right defender. Walaupun dalam HAM masyarakat bebas melakukan perjuangan, termasuk deklarasi HRD. Tapi itu bukan satu poin yang menjadi pertimbangan aparatus hukum untuk mengkriminalisasi perjuangan yang dilakukan," tuturnya.
Sementara itu dalam waktu dekat Komnas HAM akan melakukan koordinasi dengan kepolisian untuk memberikan perlindungan dan tidak mengkriminalkan pembela HAM. Selain itu mereka juga akan berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberi perlindungan pula pada pembela HAM.