Keluarga Minta Penahanan 7 Tersangka Kerusuhan Papua di Polda Kaltim Dipindahkan
Polisi sebelumnya menolak permintaan keluarga memulangkan tujuh tahanan politik Polda Papua itu. Penolakan dengan alasan sebagai langkah polisi melindungi kepentingan umum yang lebih besar setelah kerusuhan di Papua pada Agustus 2019 lalu.
Tujuh tersangka kasus kerusuhan di Papua, yang menjalani pemindahan lokasi penahanan sementara di Rutan Polda Kalimantan Timur, berharap bisa dipulangkan ke Bumi Cenderawasih. Para tersangka ingin kembali pulang untuk bertemu keluarga.
Ketujuh tersangka itu adalah Buktar Tabuni, Agus Kossay, Fery Kombo, Alexander Gobay, Steven Itlay, Hengki Hilapok, serta Irwanus Uropmabin. Demikian disampaikan Ni Nyoman Suratminingsih, salah satu kuasa hukum para tersangka, usai membesuk ketujuh tersangka di Rutan Polda Kaltim, Rabu (13/11) kemarin.
-
Apa yang ditemukan di Papua yang viral di TikTok? Viral di TikTok Ditemukan di Papua Penemuan tank yang terpendam di dalam tanah ini diketahui berlokasi di Sarmi Kota, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua. Indonesia.
-
Bagaimana cara KPU Papua dan Papua Pegunungan sampai ke Jakarta? Pesawat tersebut dipiloti Capt.Marsya da Fo.Guruh
-
Kenapa situasi baku tembak di Papua semakin memanas? Anggota Brimob dan TNI pun kerap terlibat baku tembak dengan para teroris di Papua yang semakin lama mulai berani menyerang TNI dan Polri yang berjaga di sana.
-
Apa yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Papua? Pak Kapolri beliau jam 5 sudah berada di Papua, dengan Panglima TNI. Jadi beliau tidak bisa hadir, karena beliau tidak bisa hadir tentunya kita tidak mengikutsertakan para pejabat lainnya. Sehingga murni kita adalah PP Polri pada acara hari ini ya.
-
Kodok baru apa yang ditemukan di Papua Barat? Spesies baru itu dikenali berbeda berdasarkan ukuran, warna, bentuk tubuh, dan garis-garis di tangannya.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan di Papua Nugini? Hasil penelitian menunjukkan, tengkorak manusia yang ditemukan di pantai utara Papua Nugini pada 1929 diperkirakan merupakan korban tsunami tertua di dunia.
"Besar harapan dari 7 tahanan politik Papua yang saat ini ditahan, untuk segera dipulangkan ke Jayapura, agar dapat dikunjungi oleh keluarga mereka," kata Nyoman, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/11).
Polisi sebelumnya menolak permintaan keluarga memulangkan tujuh tahanan politik Polda Papua itu. Penolakan dengan alasan sebagai langkah polisi melindungi kepentingan umum yang lebih besar setelah kerusuhan di Papua pada Agustus 2019 lalu.
"Pada prinsipnya kami menghargai langkah preventif pihak kepolisian, untuk melindungi kepentingan umum. Namun langkah tersebut tidak serta merta mengenyampingkan sisi kemanusiaan dan kondisi psikologis. Mengingat, klien kami memiliki keluarga yang ingin bertemu, dan berinteraksi dengan mereka. Namun terkendala jarak antara Jayapura dan Balikpapan, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit," ujar Nyoman.
Terkendala Membesuk
Menurut Nyoman, sewajarnya para tersangka, meminta untuk dipulangkan. Mengingat sejak awal, proses pemindahan dari Rutan Polda Papua ke Polda Kaltim pada 4 Oktober 2019, hanya didasarkan pada surat Dirreskrimum Polda Papua bernomor : B/816/X/RES.1.24/2019/Direskrimum tertanggal 4 Oktober 2019, yang dilakukan pihak kepolisian menyalahi prosedur.
"Kalau merujuk pada ketentuan Pasal 84 dan 85 KUHAP bahwa Pengadilan Negeri atau Kejaksaan Negeri, memiliki wewenang untuk mengatur pemindahan tahanan. Oleh karenanya, tindakan pihak kepolisian yang melakukan pemindahan tahanan terhadap klien kami menyalahi prosedur," sebut Nyoman.
Selain itu, lanjut Nyoman, tujuh tahanan politik Papua yang ditahan di Rutan Polda Kaltim, juga kehilangan haknya untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing. "Menurut pengakuan para tahanan, mereka tidak dapat beribadah sesuai agama mereka (Protestan dan Katholik), dikarenakan sarana ibadah yang minim dan tidak adanya rohaniawan yang disediakan oleh Polda Kaltim," ungkap Nyoman.
Lebih lanjut, ketujuh tahanan politik Papua yang ditahan di Rutan Polda Kaltim, merupakan pemimpin aktivis mahasiswa dan aktivis politik Papua, ditangkap secara sewenang-wenang oleh kepolisian pada 5-17 September 2019 pascakejadian kerusuhan di Papua, di bulan Agustus 2019.
"Terhitung lebih dari 40 hari ditahan di Balikpapan sejak ditangkap hingga hari ini pula, mereka tidak pernah berinteraksi dengan keluarganya. Tentunya secara psikologis mengganggu klien kami. Oleh karena itu, kami selaku kuasa hukum berharap pihak kepolisian, memulangkan mereka kembali ke Polda Papua untuk menjalani proses hukumnya di sana. Sehingga selama ditahan dapat sewaktu-waktu dikunjungi keluarganya," pungkas Nyoman.
(mdk/gil)