Spesies Kodok Baru Ditemukan di Hutan Papua, Warnanya Unik dan Hidup di Atas Pohon
Spesies kodok baru ini hidup di kanopi pohon yang sangat tinggi dan hanya ditemukan di Papua Barat.
Spesies Kodok Baru Ditemukan di Hutan Papua, Warnanya Unik dan Hidup di Atas Pohon
Spesies Kodok Baru Ditemukan di Hutan Papua, Warnanya Unik dan Hidup di Atas Pohon
Ilmuwan menemukan spesies kodok baru berasal dari Indonesia. Para ilmuwan menemukan katak ini saat berkelana ke hutan di Papua Barat. Mereka memang sengaja datang ke Indonesia untuk menemukan katak atau kodok yang memiliki suara keras dan nyaring ini.
Habitat di Atas Pohon
Ini adalah jenis katak pohon yang hidup sangat tinggi di atas kanopi pepohonan. Habitatnya yang unik ini membuat hewan ini relatif jarang ditemukan dan kurang dikenal, bahkan di daerah di mana mereka sering terdengar memanggil atau bersuara, menurut para peneliti.
-
Di mana spesies baru kodok ini ditemukan? Kodok ini hanya diketahui hidup hanya dalam tiga aliran musiman di pegunungan Western Ghats yang menakjubkan yang ditemukan di sepanjang pantai barat India. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya tinggal di bawah tanah di liang kecil yang dangkal, itulah kemungkinan mengapa ia terlihat seperti tikus tanah.
-
Apa yang aneh dari spesies baru kodok ini? Ilmuwan menyebut spesies baru kodok ungu ini kodok ungu Bhupathy (Nasikabatrachus bhupathi). Namanya diambil dari nama ahli herpetologi ternama India, Dr. Bhupathy Subramaniam, yang meninggal setelah terpeleset jatuh di jalan berbatu saat dalam perjalanan penelitian pada 2014 lalu. Sumber: IFL Science Peneliti dari American Museum of Natural History dan Centre for Cellular and Molecular Biology di India baru-baru ini menjelaskan spesies baru ini dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Alytes, seperti dilansir IFL Science. Para ilmuwan menggambarkan amfibi itu memiliki kulit halus keabu-abuan dengan campuran warna ungu, matanya yang kecil seperti manik-manik, dan moncongnya yang mirip babi dinilai cukup aneh.
-
Siapa yang menemukan spesies baru kodok ini? Peneliti dari American Museum of Natural History dan Centre for Cellular and Molecular Biology di India baru-baru ini menjelaskan spesies baru ini dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Alytes, seperti dilansir IFL Science.
-
Di mana spesies katak baru ini ditemukan? Daerah ini berada di Provinsi Guizhou dan sekitar 900 mil barat daya Shanghai.
-
Apa yang membuat Burung Paruh Kodok unik? Burung Paruh Kodok merupakan salah satu burung paling unik di dunia.
-
Dimana Burung Paruh Kodok ditemukan di Indonesia? Di Indonesia, Burung Paruh Kodok dijumpai di beberapa tempat. Di dalam Taman Nasional Gunung Merapi, penampakannya pernah tercatat di daerah Tegalmulyo Klaten, Ngargomulyo Magelang, Bukit Plawangan, dan Bukit Turgo.
Spesies Baru
Katak itu diidentifikasi sebagai spesies baru: Litoria azuroscelis, atau katak pohon dengan paha berwarna nilakandi atau biru langit (azure).
Ciri Khas di Selangkangan
Katak pohon ini memiliki ukuran sekitar 2,5 inci. Punggungnya berwarna hijau gelap dengan selangkangan atau pangkal pahanya berwarna biru angkasa. Ketika hewan ini membuka kakinya, warna yang tersembunyi di pangkal pahanya itu bisa terlihat jelas.
Spesies baru itu dikenali berbeda berdasarkan ukuran, warna, bentuk tubuh, dan garis-garis di tangannya. Peneliti tidak memberikan analisis DNA katak.
Foto: Rainer Günther
Para peneliti mengumpulkan dua ekor kodok jenis ini dan mendengar beberapa ekor lagi bersuara di wilayah tersebut. "Kami sama sekali hampir tidak tahu mengenai ekologinya, tapi semoga sekarang ketika katak ini dinamai, dalam beberapa tahun ke depan kita bisa mempelajari lebih banyak terkait di mana ia hidup dan apa yang ia lakukan," jelas Paul Oliver.
Hanya Ada di Papua
Kodok dengan selangkangan berwarna biru angkasa ini hanya ditemukan di Semenanjung Wandamen, Papua Barat. Menurut para peneliti, kodok pohon ini mungkin tersebar luar, tapi penyebarannya perlu diteliti lebih lanjut.
Peneliti
Tim peneliti terdiri dari Paul Oliver, Rainer Günther, Stephen Richards, Amir Hamidy, Wahyu Trilaksono, dan Taufan Sulaeman. Hasil penemuan para ilmuwan ini diterbitkan pada 13 Juli lalu dalam jurnal Raffles Bulletin of Zoology.