Ilmuwan Temukan Makhluk Bersayap dengan Kuping Membesar, Begini Wujudnya
Makhluk bersayap ini tertangkap jaring dan kemudian diteliti.
Seekor makhluk bersayap dengan daun telinga yang “membesar” terbang melintasi lanskap Papua Nugini. Namun hewan berbulu itu bertabrakan dengan jaring dan jatuh ke tanah. Ketika para ilmuwan mengamati lebih dekat tangkapan mereka, ternyata itu adalah spesies baru.
Para peneliti mengunjunghi Serki, desa terpencil di Papua Nugini pada 2006 dan mendirikan base camp di sana. Tujuan mereka adalah menyurvei satwa liar di kawasan itu, menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Zootaxa pada Agustus lalu.
-
Dimana kelelawar Papua bertelinga besar ditemukan? Hewan ini hanya diamati sekali pada tahun 1890 dan dianggap punah hingga tahun 2012. Penebangan hutan yang cepat menghancurkan habitatnya di Papua Nugini, dan para ilmuwan meragukan kemungkinan kelelawar yang sulit ditangkap ini akan ditemukan kembali.
-
Dimana spesies kupu-kupu baru ini ditemukan? 'Spesies baru ini saat ini hanya diketahui di Amazon bagian barat Brasil, Peru, dan Venezuela,' kata para peneliti.
-
Dimana kelelawar terbesar ditemukan? Meskipun panjang tubuhnya berkisar antara 7,01 hingga 11,42 inci, yang membuatnya lebih pendek daripada beberapa spesies lain, kelelawar ini memiliki lebar sayap yang mencapai 5,6 kaki dan berat hingga 2,6 pon.
-
Bagaimana kelelawar telinga besar Nugini ditemukan kembali? Hewan ini berhasil diamati sekali pada tahun 1890. Setelahnya, spesies ini menghilang dan dianggap punah hingga para ilmuwan tidak sengaja menemukannya ketika sedang meneliti dampak penebangan pada mikroba di tahun 2012.
-
Siapa kelelawar terbesar di dunia? Kelelawar apa yang paling besar? Kelelawar terbesar di dunia ini dikenal juga dengan istilah 'Giant golden-crowned flying fox bat' artinya adalah kelelawar raksasa dengan mahkota emas.
-
Bagaimana spesies baru ini diidentifikasi? Spesies baru ini diidentifikasi dari ukuran tubuh, tekstur dan ciri-ciri fisik halus lainnya, kata studi tersebut.
Saat survei itulah para peneliti menangkap seekor kelelawar di jaring yang sudah disiapkan, menurut studi tersebut, seperti dikutip dari Miami Herald, Minggu (15/9).
Mereka mengamati hewan itu lebih dekat dan menyadari bahwa hewan tersebut memiliki beberapa ciri unik. Berharap untuk mengidentifikasi tangkapan mereka, para peneliti mulai memilah-milah arsip kelelawar yang tampak serupa. Tugasnya tidak begitu mudah. Catatan langka dan spesimen yang diawetkan tersebar di berbagai koleksi.
Pada akhirnya, tim menemukan delapan spesimen kelelawar yang terlihat mirip yang ditangkap antara tahun 1960-an dan 1980-an. Spesimen tersebut punya ciri khas dan DNA yang sama tetapi telah salah diidentifikasi sebagai beberapa spesies berbeda. Para peneliti segera menyadari bahwa mereka telah menemukan spesies baru: Chalinolobus orarius.
Spesies baru ini memiliki panjang sekitar 10 cm dan memiliki tubuh berbulu berwarna coklat tua. Bulu di perut mereka tampak berwarna lebih terang, hampir berwarna krem di bagian tepinya. Spesies baru ini memiliki daun telinga yang “membesar” mulai dari tepi telinga hingga mulutnya, kata penelitian tersebut.
Populasi Menurun
Para peneliti meyakini spesies baru ini hidup di dataran rendah, lebih menyukai habitat yang “didominasi oleh vegetasi terbuka” seperti hutan dan bertengger di pohon atau bangunan.
Populasi kelelawar “mungkin menurun” karena “menurunnya kualitas habitat,” kata studi tersebut. “Sepengetahuan kami, spesimen Serki yang dilaporkan di sini adalah satu-satunya yang dikumpulkan pada abad ini," jelas para peneliti.
Para peneliti mengatakan mereka menamai spesies baru ini dengan kata Yunani “oraria,” yang berarti “pantai,” karena wilayah penyebarannya. Sejauh ini, spesies baru tersebut telah ditemukan di dua lokasi di bagian selatan Papua Nugini. Menurut studi tersebut, spesies baru ini diidentifikasi berdasarkan telinga, warna, gigi, bentuk tengkorak, dan DNA.
Tim peneliti terdiri dari empat orang yaitu Andrew King, Harry Parnaby, Mark Eldridge, dan Steve Hamilton.