Ilmuwan Temukan Tengkorak Korban Tsunami Tertua di Dunia, Lokasinya Dekat Indonesia
Tsunami dahsyat menghantam wilayah ini sekitar 6.000 tahun lalu.
Tsunami dahsyat menghantam wilayah ini sekitar 6.000 tahun lalu.
-
Siapa yang menemukan kerangka manusia purba? Pada 1911, penambang yang mencari bahan baku pupuk menginjak benda aneh di sebuah gua yang dekat dengan Lovelock, Nevada.
-
Dimana kerangka manusia purba ditemukan? Kerangka ini ditemukan di Gua Lovelock, Nevada, Amerika Serikat.
-
Siapa yang menemukan tengkorak kuno itu? Tengkorak manusia kuno berusia 6.500 tahun ditemukan Museum Penn, Philadelphia, Amerika Serikat (AS).
-
Dimana tengkorak itu ditemukan? Tengkorak ini ditemukan di pemakaman kota kuno Lato, yang mengarah pada penemuan-penemuan arkeologi menakjubkan di seluruh wilayah itu.
-
Dimana tengkorak raksasa itu ditemukan? Foto yang beredar di media sosial itu disertai klaim palsu yang menyebut tim geolog menemukan tengkorak raksasa di Desa Valukare sella walawe.
Ilmuwan Temukan Tengkorak Korban Tsunami Tertua di Dunia, Lokasinya Dekat Indonesia
Hasil penelitian menunjukkan, tengkorak manusia yang ditemukan di pantai utara Papua Nugini pada 1929 diperkirakan merupakan korban tsunami tertua di dunia.
Dalam sebuah makalah PLOS One yang diterbitkan pada 2017, tim internasional yang dipimpin ahli antropologi Mark Golitko dari University of Notre Dame di Indiana, Amerika Serikat, menyajikan bukti bahwa tengkorak tersebut, yang ditemukan di daerah pasang surut hutan bakau di luar kota Aitape, pernah menjadi korban tsunami dahsyat yang menghantam pesisir pantai sekitar 6.000 tahun yang lalu.
Ahli geologi Australia, Paul Hossfeld pertama kali menemukan potongan tengkorak ini di dekat kota Aitape, sekitar 12 kilometer ke arah pedalaman dari pantai utara Papua Nugini.
Tengkorak ini merupakan salah satu peninggalan manusia paling awal dari pulau Papua Nugini.
Tengkorak ini diperkirakan milik Homo erectus, yang hidup dari 1,9 juta hingga 143.000 tahun yang lalu. Namun, data radiokarbon baru menunjukkan usia tengkorak itu jauh lebih muda, berasal dari zaman Holosen pertengahan. Penanggalan ilmiah kemudian mengungkapkan tengkorak itu sebenarnya berusia 6.000 tahun.
Golitko dan timnya pergi ke tempat tengkorak ditemukan, di dekat lokasi yang dikenal sebagai Paniri Creek oleh Hossfeld, untuk menganalisis tanah di sana. Tujuannya untuk menemukan informasi penyebab tewasnya orang tersebut dan untuk mempelajari lebih lanjut tentang sejarah geologi wilayah itu.
Dalam pengujian sedimen untuk menentukan ukuran butiran dan geokimia, mereka menemukan diatom, ganggang mikro bersel tunggal yang merupakan salah satu jenis fitoplankton yang paling umum, dan dapat dibaca sebagai indikator lingkungan yang sensitif terhadap kondisi air.
"Diatom membuat cangkang silika kecil di sekelilingnya, dan ketika mereka mati, cangkang tersebut akan tenggelam ke dasar laut," jelas Golitko.
"Jadi kami meletakkan sedimen di bawah mikroskop dan menghitung diatom ini, dan kurang lebih memberitahu Anda tentang suhu, salinitas, dan seberapa energik air yang mereka tinggali."
Dia mengatakan sedimen tempat tengkorak Aitape ditemukan hanya mengandung diatom laut, yang berarti sedimen tersebut telah digenangi air laut. Tim juga menemukan bintik-bintik kecil silika - yang mengindikasikan bahwa diatom telah dihancurkan oleh "air laut yang sangat berenergi tinggi".
Golitko mengatakan, tanda-tanda kimiawi, ukuran butiran sedimen tertentu, dan air berenergi tinggi semuanya menunjukkan bahwa tsunami terjadi pada saat tengkorak itu terkubur. Dia juga mempertimbangkan kemungkinan tengkorak tersebut tersapu oleh gelombang pasang sebelumnya, tetapi berdasarkan pengamatan yang dilakukan di daerah yang sama pada tsunami tahun 1988, hal ini tidak mungkin terjadi.
Golitko berharap penelitian ini dapat memulai diskusi tentang bagaimana masyarakat beradaptasi dan berkembang di wilayah pesisir yang rentan terhadap badai tropis, gempa bumi, dan tsunami. Tsunami Papua Nugini pada tahun 1998 menewaskan lebih dari 2.000 orang, meluluhlantakkan desa-desa, menghancurkan hasil panen, dan memaksa banyak orang yang selamat untuk pindah. Tsunami 6.000 tahun yang lalu juga serupa.
Dia mengatakan, orang-orang di daerah ini mungkin mulai berpindah dari pegunungan ke pesisir pantai sekitar 6000 tahun yang lalu.
Kendati mereka memasuki "lingkungan yang sangat berisiko ini", orang-orang tampaknya telah tinggal di sana kurang lebih terus menerus sejak saat itu.
"Jadi mereka jelas menghasilkan strategi untuk menghadapi risiko-risiko ini, yang mungkin sangat relevan untuk memikirkan apa yang akan terjadi dalam beberapa ratus tahun ke depan," kata Golitko.
"Tantangan berikutnya adalah melihat bagaimana masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan bagaimana mereka merespons risiko-risiko ini ketika mereka mulai pindah ke lingkungan tersebut."
Sumber: Cosmos Magazine, The Guardian & PLOS One