Kemenkominfo minta DPR revisi UU ITE, pasal pencemaran nama baik
Ancaman pidana di atas 5 tahun dengan denda Rp 5 miliar terlalu berat.
Pasal 27 ayat 3 Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) menuai kontroversi. Hal ini terkait dengan esensi dari pasal yang memidanakan pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media internet tersebut.
Kepala Bagian Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Antonius Malau minta DPR untuk segera merevisi pasal tersebut dengan menurunkan ancaman pidana dan mempertimbangkan persepsi pencemaran nama baik.
Upaya merevisi pasal tersebut selalu gagal saat diajukan ke DPR. Antonius menilai, alasan pasal tersebut harus direvisi adalah peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia yang semakin meningkat setiap tahun.
Data Kemenkominfo, tahun 2014 terdapat 83,7 juta pengguna internet di Indonesia. Angka ini membawa Indonesia menduduki peringkat keenam dalam daftar negara berpenduduk aktif menggunakan internet.
Antonius menilai dengan adanya internet generasi muda lebih cenderung aktif di dunia maya oleh karena itu perlu ada aturan tertentu dalam menangani tantangan tersebut.
"Tentu dengan meningkat pengguna internet sekarang generasi anak-anak kita bergeser ke dunia maya. Dari 24 jam, sekitar 20 jam dia internetan. Sehingga perlu ada aturan karena 74 kasus korban internet," ujarnya di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (27/5).
Menurut Antonius, 74 kasus tersebut tidak dianalisa terlebih dahulu. Oleh sebab itu, ancaman pidana di atas 5 tahun dengan denda Rp 5 miliar, dinilai terlalu berat. Hal itu dikarenakan belum diketahuinya definisi yang jelas dari pencemaran nama baik dalam UU ITE.
"Banyak yang merasa keberatan terhadap ancaman sangsi pidana yang memberatkan dan tidak proporsional. Karena itu, Kemenkominfo mendesak kepada DPR untuk melakukan revisi terhadap UU ITE," tuturnya.