Kena lumpur Lapindo, warga luar peta terdampak minta ganti rugi
Karena belum menerima ganti rugi penuh, warga menolak dievakuasi dan dibuatkan tanggul permanen.
Warga di luar peta terdampak lumpur panas Lapindo Brantas di Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, bakal menolak rencana evakuasi yang dilakukan perangkat desa setempat. Sebab, warga meminta ganti rugi segera dilakukan oleh pihak PT Lapindo Brantas.
Namun, Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris mencemaskan, jika ini terjadi, bakal terjadi gesekan horizontal antar warga. "Saya meminta warga tetap tenang. Kalau mereka meminta ganti rugi segera, bagaimana dengan warga yang dalam peta terdampak? Mereka (warga dalam peta terdampak), hingga saat ini belum sepenuhnya menerima ganti rugi, sementara warga yang di luar peta, meminta penuh segera," kata Haris khawatir, Kamis (11/9).
Dan kalau itu terjadi, lanjut dia, akan terjadi perang antar warga. "Memang untuk saat ini, kami belum melihat indikasi itu. Tapi itu bisa saja terjadi, jika warga tetap ngotot. Makanya saya meminta warga bersabar, nanti malah terjadi konflik. Kalaupun terjadi gesekan itu, kita sudah menyiapkan aparat, baik kepolisian maupun TNI untuk meredam gejolak itu," aku Haris.
Selain itu, Haris juga mengaku, pihaknya bersama Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), mencoba untuk meminimalisir aliran lumpur panas yang merembes ke perkampungan, dan saat ini sudah ada 20 rumah warga yang tergenang air lumpur berwarna pekat itu.
"Maunya kita dibangun tanggul permanen, tapi didemo warga terus. Jadi ya terpaksa kita pakai sesek (anyaman bambu) untuk pembuatan tanggul. Sebenarnya sudah ada lahan yang sudah dibebaskan untuk pembuatan tanggul permanen, tapi ya itu dihalang-halangi terus oleh warga," sesal dia.
Sementara dari informasi yang digali merdeka.com di lapangan, saat ini, warga luar peta terdampak di Desa Gempolsari, telah menerima uang ganti rugi 20 persen. Di desa itu sendiri, dihuni oleh 5,4 ribu jiwa.
Namun, karena belum menerima ganti rugi penuh, warga menolak dievakuasi dan dibuatkan tanggul permanen. "Kalau dievakuasi di rumah Bakrie (Aburizal Bakrie) ya kita mau, kalau di balai desa ya nggak, nanti malah jadi tontonan orang," celetuk Sulastri, salah satu warga yang rumahnya digenangi lumpur.
Diberitakan sebelumnya, Rabu kemarin (11/9), sekitar pukul 06.00 WIB, di titik 68 yang berada di sisi utara semburan utama, lumpur panas mengalir deras menuju rumah-rumah warga di Desa Gempolsari. Lumpur panas itu mengalir, karena debitnya terus mengalami peningkatan, khususnya di waktu malam.
Rembesan lumpur panas itu, mengalir deras di antara lumpur yang mengering dan membentuk selokan air. Informasinya, jalur yang dilalui luberan lumpur panas ini, merupakan bekas jalur tanggul utama yang pernah jebol pada 2011 lalu.
Dikhawatirkan, jika aliran lumpur panas tersebut terus mengalir, akan memenuhi sungai yang volumnye saat ini sudah relatif tinggi karena endapan tanah. Terlebih lagi, saat malam tiba, air lumpur pasang seperti air laut dan meluber ke rumah-rumah warga melalui celah lumpur yang mengering.