Kenapa pelanggan prostitusi selalu kebal dari jeratan hukum?
"Menurut saya untuk memberikan efek jera, maka sanksi sosial harus dikedepankan, selain sanksi hukum yang konsisten."
Artis seksi Nikita Mirzani dan finalis Miss Indonesia 2014 Puty Revita diamankan di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat terkait kasus prostitusi. Mereka diamankan bersama dua mucikari berinisial O dan F yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Dua artis seksi tersebut diamankan setelah polisi menyamar sebagai pelanggan dengan mengaku seorang pengusaha batubara. Harga yang dipatok untuk keduanya pun terbilang fantastis. Setelah sempat dibawa ke Dinas Sosial, keduanya pun kini dibebaskan.
Kasus yang menimpa Nikita Mirzani dan Puty Revita ini seakan menambah daftar panjang deretan pesohor yang terlibat kasus prostitusi. Belum lama ini, artis seksi Amel Alvi diduga juga terlibat kasus prostitusi. Kasus yang melibatkan artis kelahiran tahun 1992 tersebut saat ini sedang dalam proses persidangan.
Baru-baru ini, model seksi Anggita Sari pun nekat mengungkapkan keterlibatannya dalam prostitusi kalangan artis. Pernyataannya itu sekaligus menguatkan bahwa pelacuran artis memang ada.
Muncul pertanyaan, kenapa setiap kali meledak kasus prostitusi, baik prostitusi di kalangan selebritas atau pun masyarakat biasa, selalu para PSK-nya dan mucikari yang tersandung hukum. Para penikmat jasa prostitusi seakan tak tersentuh.
Terkait hal tersebut, belum lama ini Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta harus ada hukuman setimpal antara Pekerja Seks Komersial (PSK), pelanggan dan mucikarinya. Dia menyayangkan selama ini konsumen dari PSK tak ditindak.
"Sering kali di negeri ini yang dijadikan agres itu PSK nya, sedangkan pelanggannya seringkali lewat. Kita baru mengetahui, bahwa mucikarinya belakangan ini sudah bisa dijerat dengan undang-undang tertentu. Jadi ada KUHP untuk bisa menjerat si mucikari. Seharusnya ketiganya dijerat dengan pasal yang sesuai," ujar Khofifah, Rabu (13/5) lalu.
Khofifah menjelaskan, sebenarnya ada Perda DKI yang bisa menjerat PSK, mucikari dan pelanggannya. Menurut dia, Perda DKI itu lebih kongkret dibanding undang-undang. Namun menurutnya, yang punya perda ini belum banyak sehingga mengenai hukuman prostitusi masih sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Ada undang-undang tindak pidana perdagangan orang yang termasuk kategori human trafficking. Maka traffickernya itu juga mendapat hukuman. Selain itu juga terdapat undang undang anti pornografi. Intinya pasal pasal yang bisa menjerat prostitusi baik terkait kostumernya, penjajah seks komersialnya, maupun mucikarinya itu tersebar," jelasnya.
Lanjutnya, Khofifah menjelaskan mengenai prostitusi ini, dirinya berpikir akan diintegrasikan dengan rancangan undang-undang kejahatan seksual. "Semula kementerian PBA dan kemensos menjelaskan bahwa ini undang-undang kejahatan seksual. Di dalam undang-undang kejahatan seksual ini ada prostitusi. Jadi kita menyinergikan di dalam satu undang-undang. Kita coba liat nanti apakah akan tetap dijadikan satu atau kita akan menyiapkan khusus undang-undang anti prostitusi," tutupnya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun saat itu sepakat dengan ide tersebut. Basuki atau akrab disapa Ahok mengatakan, langkah tersebut harus segera direalisasikan. Caranya dengan mempublikasi hasil temuan Polres Jakarta Selatan atas ditangkapnya AA sebagai artis yang diduga bekerja sampingan pekerja seks.
"Bagus dong. Harusnya yang di hotel (Jakarta) Selatan dulu dikeluarin, yang (harganya) Rp 80 juta sampai Rp 200 juta," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (20/5).
Ahok mengaku penasaran dengan orang-orang yang menggunakan jasa PSK dengan tarif ratusan juta tersebut. Sehingga dapat diketahui apakah itu menggunakan dana pribadi atau gratifikasi.
"Saya juga ingin tahu siapa sih yang tega membayar Rp 80 juta sampai Rp 200 juta. Jangan-jangan gratifikasi," ungkap mantan Bupati Belitung Timur ini.
Menurut suami Veronica Tan ini, gratifikasi sangat mungkin dilakukan dengan sistem ini. Karena orang yang akan menyogok lebih untung dibandingkan membayar secara tunai.
"Kenapa untung karena begini kalau menyogok pejabat 500 juta menghina, dikasih Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar rugi blm tentu dapat proyek. Kalau dikasih cewe Rp 200 juta masih untung kan Rp 300 juta. Siapa tahu pikirannya begitu kan? makanya kita ingin lihat, jangan-jangan ada perbuatan gratifikasi nanti," tutup Ahok.
Pendapat Khofifah dan Ahok ini pun diamini oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menurutnya, aparat penegak hukum jangan cuma menindak para wanita yang jadi PSK. Melainkan juga pria-pria pelanggannya.
"Misalnya aparat penegak hukum jangan perempuannya yang selalu di objek pemberian sanksi, tapi juga yang terberat yaitu pengguna itu. Karena mereka ada, ya karena penggunanya," ujar Lukman.
Bila para pengguna tidak ikut dihukum, maka menurut Lukman pangsa pasar prostitusi akan terus ada, dan bisnis ini pun kian menjamur.
"Menurut saya untuk memberikan efek jera, maka sanksi sosial harus dikedepankan, selain sanksi hukum yang konsisten," ujarnya.