Pelanggan Jasa Hiburan Hanya Dinikmati Orang Kaya, Hotman Paris: Itu Pendapat Paling Bodoh
Pendapat tersebut hanya alasan munafik yang dipakai untuk mematikan bisnis hiburan di Indonesia.
Pendapat tersebut hanya alasan munafik yang dipakai untuk mematikan bisnis hiburan di Indonesia.
Pelanggan Jasa Hiburan Hanya Dinikmati Orang Kaya, Hotman Paris: Itu Pendapat Paling Bodoh
Hotman Paris Tegaskan Jasa Hiburan Tidak Hanya Dinikmati Orang Kaya
Pemilik Atlas Beach Club, Hotman Paris Hutapea menepis jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa hanya dinikmati orang menengah ke atas.
Dia menyebut 60 persen turis merupakan rakyat menengah biasa dan turis backpacker.
"Itu pendapat paling bodoh, itu namanya pendapat paling sentimen. Jadi orang ke ke bar itu bukan berarti orang mewah. Kecuali kamu ke panti pijat kali yang plus-plus,"
ujar Hotman kepada media, Jumat (26/1).
Menurutnya, pendapat tersebut hanya alasan munafik yang dipakai untuk mematikan bisnis hiburan di Indonesia.
Sehingga langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Hotman dan para pengusaha hiburan mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Bahkan dia meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melaksanakan wewenangnya memungut pajak hiburan mulai dari 40 persen hingga 75 persen.
Mengingat beberapa waktu lalu Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran yang menangguhkan pelaksanaan kenaikan pajak hiburan.
Surat yang dimaksud adalah Surat Edaran Nomor 900.1.13.1 /403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan UU HKPD.
"Saya kasih contoh, betapa bodohnya ini peraturan, panti pijat cuma 10 persen (pajak), spa 40 persen (pajak). Jadi ibaratnya kalau buka klub di Bogor laku 10 juta, harus langsung setor ke Pemda Rp7,5 juta, betapa kejamnya dunia ini. Sudah tidak masuk di akal," tegas Hotman.
Hotman menilai kenaikan tarif pajak hiburan berpotensi membinasakan pengusaha di industri tersebut.
Mengingat jenis usaha dalam ketentuan pajak hiburan yang baru ini antara lain diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinaikkan menjadi 40-75 persen.
"Ini dianggap membinasakan," kata Hotman.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan menyebut pengenaan besaran pajak 40 persen hingga 75 persen tersebut, karena penikmat hiburan karaoke hingga spa berasal dari masyarakat kalangan tertentu.
"Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan," ujar Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK, Lydia Kurniawati Christyana dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).
Ia menilai dalam pembahasaan UU HKPD terkait pengenaan besaran pajak itu telah disetujui dan disepakti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.