Kepala BNPT: Teroris makin brutal jika tak ditangani komprehensif
Kepala BNPT: Teroris makin brutal jika tak ditangani komprehensif. Komjen Suhardi Alius mengatakan, maraknya aksi teror pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2016 membuktikan bahwa kelompok radikal masih bergentayangan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Suhardi Alius mengatakan, maraknya aksi teror pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2016 membuktikan bahwa kelompok radikal masih bergentayangan. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok terhadap target yang telah ditentukan.
"Aksi teror mereka telah menelan korban yang cukup banyak baik dari aparat maupun masyarakat. Berbagai serangan telah menghancurkan berbagai fasilitas publik milik negara, maupun milik masyarakat dan membunuh ratusan manusia yang tak berdosa," kata Suhardi dalam keterangannya, Kamis (27/10).
Mantan Kabareskrim Polri ini menilai gerakan radikalisme-terorisme, baik yang berbasiskan agama maupun ideologi tertentu, semakin tumbuh subur di Indonesia.
"Gerakan radikalisme-terorisme ini semakin menemukan bentuk brutalitasnya manakala penanganannya secara parsial dan tidak terkoordinasi antar institusi penegak hukum, dan juga tidak komprehensif," kata mantan Sekretaris Lemhanas ini.
Lebih lanjut mantan Kapolda Jabar ini mengatakan, munculnya gerakan radikalisme-terorisme lebih disebabkan karena pemahaman agama yang sempit, parsial dan sebatas kontekstual, yang akhirnya menimbulkan kecurigaan antar pemeluk agama tertentu.
"Yang akhirnya budaya kekerasan dalam penyelesaian masalah juga akhirnya menjadi pendekatan dalam menyelesaikan konflik," kata alumni Akpol 1985 ini.
Dia mencontohkan berbagai serangan terorisme telah mengancam instalasi penting negara seperti listrik di Tangerang, pusat perbelanjaan, Bandara Soekarno-Hata, Kafe Sari dan Paddy's Pub di Bali, Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton di Jakarta, kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan lainnya.
"Bahkan tempat ibadah pun juga tidak luput dari aksi pengeboman seperti bom bunuh diri di masjid Mapolresta Cirebon, masjid Istiqlal di Jakarta serta gereja yang ada di berbagai kota di Indonesia pada tahun 2000 silam," katanya.
Menurutnya, dari hasil studi dan pengumpulan data yang dilakukan oleh BNPT bekerjasama dengan Kemenhub, TNI/Polri, Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia dan Lembaga Daulat Bangsa menemukan bahwa sistem keamanan di berbagai obyek vital terminal darat dalam menghadapi ancaman terorisme belum benar-benar kondusif dan ampuh untuk menangkal kemungkinan terjadinya aksi terorisme yang menggunakan tempat-tempat tersebut sebagai target sasaran.
"Pada konteks inilah jika kita mencermati situasi di atas dan dihadapkan pada kondisi yang ada dewasa ini, maka diperlukan suatu upaya untuk membahas berbagai persoalan di atas dan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan upaya ini dan dalam rangka mencapai tujuan kita yaitu pengamanan obyek vital dalam rangka pencegahan terorisme," katanya.