Kepala BSSN Sebut Ancaman Siber Saat Pemilu Bisa Lumpuhkan Negara
Kepala Badan Siber Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengatakan, ada berbagai jenis ancaman pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, salah satunya yakni ancaman siber. Menurutnya, ancaman itu saat ini sedang dihadapi oleh masyarakat.
Kepala Badan Siber Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengatakan, ada berbagai jenis ancaman pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, salah satunya yakni ancaman siber. Menurutnya, ancaman itu saat ini sedang dihadapi oleh masyarakat.
"Telah terjadi perubahan paradigma mengenai ancaman di masa saat ini yaitu ancaman yang dihadapi sebuah negara tidak hanya ancaman fisik atau militer, melainkan juga tidak kasat mata atau nonfisik yang kita kenal sebagai ancaman nonmiliter. Salah satu bentuk ancamannya adalah ancaman serangan siber," kata Djoko saat memberikan sambutan di hadapan peserta 'Rakornas Bidang Kewaspadaan Nasional Dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019' di Hotel Grand Paragon, Jakarta Barat, Rabu (27/3).
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Apa saja jenis serangan yang dilakukan hacker? Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
-
Siapa saja yang melakukan serangan hacker ke negara-negara tersebut? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Bagaimana cara hacker melakukan serangan? Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi.
-
Kenapa negara-negara tersebut sering menjadi sasaran hacker? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Apa yang diminta oleh hacker dalam serangan ransomware di Server Pusat Data Nasional (PDN) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi membenarkan adanya serangan ransomware pada server Pusat Data Nasional (PDN). Bahkan, kata dia, pelaku meminta tebusan senilai USD 8 juta. "Iya, menurut tim (minta tebusan) USD 8 juta," kata Budi Arie kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/6).
Dia menegaskan ancaman siber saat ini bisa mengakibatkan lumpuhnya sebuah negara. Sebab, ancaman siber bukan hanya melumpuhkan negara saja, tapi bisa juga mengganggu privasi individu seseorang.
"Seperti serangan siber yang melumpuhkan Estonia tahun 2007 dan tidak menutup kemungkinan bahwa pelaksanaan pemilu 2019 di Indonesia tidak luput dari adanya potensi ancaman serangan siber ini," tegasnya.
Djoko menjelaskan, serangan siber pada saat pemilu ini pernah terjadi pada Pemilu 2004 yang lalu. Saat itu, serangan siber terjadi pada website resmi KPU seperti menggunakan teknik deface yakni menggubah tampilan website KPU.
Deface merupakan teknik mengganti atau menyisipkan file pada server, teknik ini dapat dilakukan karena terdapat lubang pada sistem security yang ada di dalam sebuah aplikasi. Hal ini bertujuan untuk melakukan perubahan tampilan pada website korban dengan tampilan yang dimiliki oleh si defacer.
"Mayoritas serangan siber pada pemilu menggunakan teknik tersebut. Di samping menggunakan teknik Distributed Denial of Service DDos, yaitu mengganggu lalu lintas internet dengan menggunakan paket yang besar secara terus menerus sehingga layanan terganggu, bahkan dapat terhenti," jelasnya.
"Selain serangan langsung terhadap infrastruktur KPU, serangan terhadap target peserta pemilu atau penyelenggara pemilu juga mulai terjadi," sambungnya.
Selain itu, dia menyebut serangan siber juga bukan hanya menyerang atau mengarah pada infrastruktur atau sistem teknologi informasi yang digunakan. Melainkan juga mengarah kepada penyelenggara, peserta pemilu dan peserta kampanye seperti serangan hacker, leak dan amplifie.
"Untuk hack ini merupakan serangan yang bertujuan untuk mengganggu infrastruktur yang digunakan dalam pemilu. Untuk leak merupakan serangan yang berkaitan dengan pembocoran informasi. Ini merupakan serangan micro targeting dimana target adalah peserta pemilu sampai peserta kampanye. Misalnya dengan cara menargetkan data peserta ataupun konstituen pemilu. Data atau informasi peserta yang bersifat private dicuri dan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu," sebutnya.
"Adapun amplifie merupakan serangan yang berkaitan dengan bagaimana memviralkan data atau informasi pribadi peserta pemilu yang diperoleh melalui serangan leak. Serangan ini bertujuan untuk menyerang peserta pemilu atau kita sebut sebagai black campaign, yaitu menjatuhkan lawan dengan mempublikasi seluruh fakta bukti kekurangan atau keburukan dari pihak lawan," katanya.
Baca juga:
Ini Tahapan Pemilu Paling Rawan Serangan Siber Versi BSSN
Kampanye Akbar di Banjarmasin, Jokowi Langsung Ajak Massa Selfie
Fatwa Haram Golput dari MUI yang Membingungkan
KPU Nilai Amien Rais Bisa Gerus Kepercayaan Terhadap Penyelenggara Pemilu
Ma'ruf Amin Yakin Raih 80 Persen Suara di Wonosobo
Kampanye Akbar Jokowi di Banjarmasin Dibuka Goyang Ngebor Inul Daratista