Kepribadian Bharada E: Mampu Hadapi Tekanan Meski Cenderung Patuh Figur Otoritas
Hal itu diungkap Reni ketika hadir sebagai saksi ahli dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Ahli psikologi forensik sekaligus Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani mengungkap kepribadian terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E. Reni mengatakan Bharada E memiliki kepatuhan tinggi atas sebuah perintah.
Hal itu diungkap Reni ketika hadir sebagai saksi ahli dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Apa yang dilakukan Fredy Pratama? Nur Utami berubah sejak menikah dengan pria berinisial S, yang dikenal sebagai kaki tangan gembong narkoba Fredy Pratama.
-
Dimana Fredy Pratama bersembunyi? Bareskrim Polri mengungkap lokasi dari gembong narkoba Fredy Pratama yang ternyata bersembunyi di pedalaman hutan kawasan negara Thailand.
"Pada dasarnya ia (Bharada E) memiliki kemampuan untuk dapat bertahan menghadapi tekanan dari lingkungan. Meskipun, terhadap figur otoritas, ia memiliki kecenderungan kepatuhan yang tinggi," ujar Reni saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Akibat sikap itulah, kata Reni, Bharada E terjerumus dalam kondisi bentuk tindakan destructive opinion atau sifat yang bisa merusak apabila perintah yang diterima merupakan tindakan merusak.
"Ibu bilang ada tindakan yang dalam bentuk destructive opinion bisa jelaskan?" tanya JPU.
"Jadi yang dimaksud destruktif opinion itu kepada bapak Richard, pada saat ada satu perintah di situ ada satu ada perbedaan status yang dimiliki dengan oleh antara Bapak Richard dengan Pak Sambo," kata Reni.
Karena faktor perbedaan pangkat yang jauh antara Bharada dengan Inspektur Jenderal atau Jenderal Bintang itulah ditambah sisi emosional yang tidak stabil membuat Bharada E sangat patuh.
"Di situ yang mengakibatkan memiliki satu kepatuhan dan ketidakberanian untuk asertif atau melakukan penolakan. Meskipun sebelumnya perintahnya adalah merupakan sesuatu untuk merusak," ucap Reni.
Mendengar penjelasan itu, JPU kemudian menyinggung apakah Bharada E atas perintah itu kehilangan kehendak bebasnya. Namun, itu disanggah Reni bahwa kehendak bebas Bharada E tetap ada meski dalam tindakan merusak.
"Artinya ini menghilangkan freewill (kehendak bebas) enggak, kehendak dia memilih patuh atau tidak menghilangkan tidak?" tanya JPU.
"Tidak menghilangkan. Jadi ada freewill itu nah freewill itu menjadi terungkap dalam satu kepatuhan opinion yang destructive," jelas Reni.
Sekedar informasi jika keterangan Reni sebagai saksi ahli untuk perkara ini bersama dua saksi lainnya, yakni ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Effendy Saragih dan Alpi Sahari dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
Mereka bertiga akan memberikan keterangan untuk kelima terdakwa yaitu, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Yang pada perkara tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan pidana paling berat sampai hukuman mati.
Sempat Akui Tak Bisa Tolak Perintah
Sebelumnya, terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E merasa posisinya yang hanya pangkat terendah sebagai ajudan tidak bisa menolak perintah dari bosnya mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Dengan perasan hanya bisa terdiam, Bharada E menuruti perintah Ferdy Sambo menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, pada Jumat (8/7) lalu.
"Saya merasa takut sama FS (Ferdy Sambo)," kata Bharada E saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11).
Adapun Bharada E mengungkap perasaannya kala itu yang tidak bisa menolak dan hanya menurut setelah polisi jenderal bintang dua tersebut mengeluarkan perintah menembak Brigadir J.
"Karena saya takut. Ini jenderal bintang dua, menjabat sebagai Kadiv Propam dan posisi saya, pangkat saya Bharada, pangkat terendah," kata dia.
Bahkan dia sampai membandingkan pangkatnya yang strata paling rendah dalam Korps Bhayangkara dengan Ferdy Sambo seorang jenderal ibarat langit dan bumi.
"Dari kepangkatan itu saja kita bisa lihat bagaikan langit dan bumi," ujar Bharada E.
Lantas atas perbuatannya, Bharada E mengakui jika tindakannya mengeksekusi Brigadir J adalah langkah yang salah. Dia juga merasa sangat menyesal atas perbuatannya.
"Saya merasa berdosa Yang Mulia," ucap Bharada E.
(mdk/gil)