Kerusakan sungai Bengawan Solo capai 92 persen
Rendahnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan salah satu pemicunya.
Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRUHA) merilis bahwa kerusakan Sungai Bengawan Solo sudah mencapai 92 persen. Tak hanya itu bahkan sungai terpanjang di pulau jawa tersebut masuk lima besar Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yang rusak parah.
Koordinator KRUHA Mulyadi mengatakan, rendahnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan, membuat Sungai Bengawan Solo tak bisa optimal menampung air hujan, karena banyaknya kotoran, sampah rumah tangga atau limbah domestik.
"Kami mendapatkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa Kerusakan itu juga terjadi di daerah hulu Wonogiri," ujar Mulyadi kepada merdeka.com, Selasa (9/10).
Menurut Mulyadi, penyebab pencemaran air di Sungai Bengawan Solo berasal dari kegiatan penebangan liar, penambang pasir. "Penebangan liar dan pembuangan limbah pabrik di sungai ini menjadi penyumbang terbesar rusaknya Bengawan Solo" ujarnya.
Mulyadi menambahkan, masih banyaknya masyarakat menghuni bantaran sungai juga menjadi penyebab rusaknya sungai Bengawan Solo. Meski di wilayah Pemkot Solo telah dilakukan relokasi, namun di wilayah pemda lain pihaknya mencatat ada lebih 700 - 800 kepala keluarga yang menghuni bantaran.
Menurut Mulyadi, selama ini pemda yang daerahnya dilalui Sungai Bengawan Solo, seperti Kabupaten Wonogiri, Klaten, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar dan Kota Solo kurang peduli terhadap kerusakan ekosistem akibat pencemaran lingkungan. Mereka lebih memikirkan dampak sosial, atau kerugian materil saat terjadinya banjir.
Mulyadi menyarankan agar pemda semua yang dilalui sungai Bengawan Solo bisa duduk bersama, untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di sungai bersejarah tersebut.
"Untuk mengatasi kerusakan ekosistem di bantaran Sungai Bengawan Solo, terlebih dahulu perlu di lakukan audit konservasi. Sehingga, tidak hanya manusia yang bisa diselamatkan, tapi ekosistemnya juga bisa diketahui secara jelas," pungkasnya.