Kesabaran Dokter Komang di Tengah Kepanikan Akibat Wabah Corona
Katanya, beberapa pasien mengaku hanya mengalami gejala batuk dan pilek saat ditanya keluhan apa yang dirasakan. Mereka juga mengaku tidak pernah merasakan sesak napas. "Itu yang membuat kami ekstra hati-hati mendiagnosa pasien."
Banyak cerita dirasakan petugas medis selama bertugas di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19. Seperti diketahui, petugas medis berada di baris terdepan dalam menangani pasien terpapar virus Corona atau Covid-19.
dr.Komang Jananuraga mengisahkan bagaimana hari-hari dia lalui selama menangani pasien yang datang ke Rumah Sakit William Boots Semarang karena diduga terinfeksi corona. Beberapa kali dia menemukan pasien tidak jujur dengan kondisinya. Hal ini menjadi hambatan tersendiri untuk para dokter dalam mengambil langkah selanjutnya.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Katanya, beberapa pasien mengaku hanya mengalami gejala batuk dan pilek saat ditanya keluhan apa yang dirasakan. Mereka juga mengaku tidak pernah merasakan sesak napas.
"Itu yang membuat kami ekstra hati-hati mendiagnosa pasien. Meski begitu kami tetap konsultasikan dengan dokter spesialis," kata Komang Jananuraga saat berbagi cerita dengan awak media, Rabu (25/3).
Komang sehari-hari bertugas di ruangan IGD, di mana penanganan awal pasien ada di tangannya. Setiap pasien datang, dia melakukan screening terhadap pasien dengan cara tatap muka. Terakhir, dia mendapati pasien dengan kondisi pengawasan atau PDP.
"Kita tangani langsung diisolasi sebab gejalanya sama. Dari hasil tracking pasien tidak pernah bepergian ke luar kota saja bisa tertular virus Covid-19," ungkapnya.
Tetapi ada pula kasus sebaliknya. Pernah, cerita Komang, seorang pasien masuk dalam kategori pemantauan melakukan pemeriksaan diri karena mengalami demam 38 derajat celcius. Usai pemeriksaan, pasien itu langsung masuk kategori pengawasan.
"Jadi cepat banget statusnya berubah. Ada dugaan, dia kena virus dari local transmission, sebab kota Semarang sendiri sudah masuk zona bahaya penularan virus tersebut," ungkapnya.
Mengingat jumlah kasus di tingkat nasional terus bertambah, dia berharap Pemkot Semarang mempercepat tes Covid-19 secara massal. Sebab saat ini, katanya, penularan virus Corona tidak cuma terjadi pada warga yang bepergian keluar kota melainkan sudah menjalar pada local transmission.
"Kami minta pemerintah daerah untuk segera menggelar tes masal virus Corona. Dengan Rapid tes nantinya hasil seorang menunjukkan positif, lebih memudahkan tim medis menangani. Tahapan tes massal adalah kunci dari penanggulangan kasus ini," jelasnya.
Komang menjelaskan bahwa penularan virus Corona justru lebih berbahaya jika sudah masuk fase kedua dengan kondisi pasien mengalami pneumonia. "Sedangkan fase kedua rata-rata kerap terjadi pada para lansia dan anak-anak," tuturnya.
Untuk perlengkapan medis, diakuinya baju Hamzat sebagai alat pelindung diri kian menipis karena semakin banyak pasien yang ditangani.
"Saat ini hanya punya lima baju Hazmat di IGD, dan enam di ruang ICU. Kita tentunya nunggu bantuan dari pemerintah juga untuk alat pelindung diri, soalnya penting," jelasnya.
Pihak rumah sakit lini ketiga penanganan kasus Corona juga kewalahan ketika menangani pasien karena kehabisan alat Virus Transport Media (VTM) untuk mengecek hasil swab tenggorokan pasien.
"Alat VTM kita tidak punya. Sedangkan sehari yang piket tiga shift dengan persediaan baju hazmat yang minim tidak cukup buat seminggu," terangnya.
Untuk menyiasati soal alat pelindung diri, pihaknya memakai baju bedah agar tim medis bekerja tetap aman dari virus yang sudah merebak.
"Kita pakai baju bedah lengkap dengan sepatu boot dan harus dicuci lagi kalau mau dipakai. Itu memang tidak standar tapi minimal bisa digunakan ketimbang tidak ada sama sekali," ungkap Komang.