Ketua Komisi I DPR minta pemerintah tolak syarat tebusan Abu Sayyaf
Politikus PKS ini juga menyarankan agar pemerintah Indonesia berkomunikasi dengan pemerintah Filipina.
Sepuluh WNI awak kapal pandhu brahma 12 dikabarkan disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf di perairan Filipina. Mereka meminta tebusan sebanyak 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta agar pemerintah menolak permintaan Sayyaf.
"Kelompok Abu Sayyaf saat ini makin terdesak dan kesulitan pendanaan. Mereka lakukan cara-cara pemerasan antara lain melalui penyanderaan. Pemerintah tidak perlu memenuhi permintaan tersebut," kata Mahfudz saat dihubungi, Selasa (29/3).
Politikus PKS ini juga menyarankan agar pemerintah Indonesia berkomunikasi dengan pemerintah Filipina. Sayyaf dikenal sebagai teroris lokal yang kerap melakukan penyanderaan terhadap orang asing untuk meminta tebusan.
"Pihak Indonesia bisa membangun otoritas Filipina untuk selesaikan masalah tersebut. Koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk pembebasan sandera WNI," tuturnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan adanya 10 Warga Negara Indonesia (WNI) disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. 10 WNI tersebut disandera bersama 7 ribu ton batu bara.
"Pada hari Senin, 28 Maret 2016, Kemlu menerima informasi awal dari sejumlah pihak mengenai adanya 2 kapal berbendera Indonesia yang dibajak dan 10 WNI awak kapal yang disandera di perairan Filipina. Benar bahwa telah terjadi pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 10 orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia," kata juru bicara Kemlu Arrmanatha Nasir kepada merdeka.com.