Kiai Sahal meninggal, Indonesia kehilangan lagi ulama besar
Kiai Sahal menghembuskan napas terakhirnya pada Jumat (24/1) dini hari pukul 01.05 WIB.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz mengembuskan napas terakhir di kediamannya, kompleks Pesantren Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah. Aam Syuriah ini meninggal dunia pada Jumat (24/1) dini hari pukul 01.05 WIB.
Kabar itu diungkapkan sekretaris pribadi Kiai Sahal, Muhammad Najib. Rencananya, jenazah Kiai karismatik ini dimakamkan di Kompleks Pesantren Mathali'ul Falah pada Jumat pukul 09.00 WIB.
Kiai Sahal Mahfudz lahir di Pati, 17 Desember 1937. Sejak 1963, Kiai Sahal memimpin Pondok Pesantren Maslakul Huda di Kajen Margoyoso, Pati, Jateng, yang merupakan peninggalan ayahnya, K.H. Mahfudz Salam.
Kiai karismatik yang disegani di dalam dan di luar negeri ini telah menghasilkan puluhan ribu alumnus. Karena kealimannya, Kiai Sahal selalu dilibatkan dalam proses penetapan hukum Islam, baik soal klasik maupun kontemporer.
Kepergian Kiai Sahal membuat Indonesia kembali kehilangan seorang ulama besar. Banyak pihak yang menilai sosoknya begitu membumi hingga sulit dilupakan.
Berikut penilaian beberapa kolega tentang sosoknya yang karismatik:
-
Kapan Sultanah Safiatuddin wafat? Safiatuddin wafat pada tanggal 23 Oktober 1675.
-
Kapan Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak wafat? Ia wafat di Bern, Swiss pada tanggal 10 Juli 1965 di usianya yang sudah 68 tahun.
-
Kapan Agus Salim wafat? Tepat hari ini, 4 November pada tahun 1954 silam, Haji Agus Salim meninggal dunia.
-
Kapan Habib Ali Kwitang wafat? Sampai sekarang, jejak dakwah dari ulama yang wafat pada 13 Oktober 1968 itu masih ada.
-
Kapan KH Hasyim Asy'ari wafat? KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947, tepat pada hari ini, 76 tahun yang lalu.
-
Apa penghargaan yang diberikan kepada KH Saifuddin Zuhri atas jasanya dalam peristiwa Palagan Ambarawa? Atas jasanya dalam peristiwa Palagan Ambarawa dan perang gerilya lainnya, Presiden RI menganugerahinya “Tanda Kehormatan Bintang Gerilya”.
Ahli fiqih terbaik
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (NU) Ali Masykur Musa menyebut kepergian Rais Aam Syuriah Pengurus Besar NU (PBNU) KH Sahal Mahfudz merupakan kehilangan besar bagi masyarakat Indonesia. Sebab, Kiai Sahal merupakan ahli fiqih terbaik di Tanah Air.
"Mbah Sahal adalah sosok yang sangat alim. Indonesia kehilangan ahli Fiqih terbaiknya," ujar Ali Masykur Musa di Jakarta, Jumat (24/1).
Ilmu Fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Allah SWT.
Menurutnya, Mbah Sahal adalah seorang fuqoha (ahli ilmu Fiqih) modern. Dua kitab buatannya selalu menjadi rujukan umat untuk memperkaya khasanah Islam, yaitu Fiqih Siyasah (politik) dan Fiqih Lingkungan.
Ulama santun
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy turut berduka cita atas meninggalnya Kiai Sahal. Selama memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sahal dikenal sebagai ulama santun, berpengetahuan mendalam, moderat, namun tidak kehilangan ketegasan dalam soal penegakan akidah
"Umat Islam Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya yang dikenal luas pengetahuan keislaman dan moderasinya," kata Romahurmuziy di Jakarta, Jumat (24/1).
Sebagai ungkapan duka cita yang mendalam, dirinya telah memerintahkan seluruh DPC PPP untuk mendirikan shalat gaib untuk Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut.
"DPP mengimbau kepada seluruh DPC PPP se-Indonesia untuk melaksanakan Sholat Ghaib yang dipimpin Majelis Syariah DPC untuk mendoakan Kiai Sahal. Semoga, Allah SWT mengampuni segala dosanya, menerima segala amalnya, dan meringankan langkah menghadap Allah SWT," tulis Romahurmuziy dalam pesan singkatnya.
Ulama negarawan
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengaku sedih mendengar kepergian Kiai Sahal. Baginya, kehilangan itu bukan hanya dirasakan NU saja, tapi juga seluruh umat Islam dan bangsa Indonesia.
Hasyim yang selama 10 tahun memimpin NU bersama Kiai Sahal melihatnya sebagai sosok kiai yang konsisten menjaga khittah NU. Selama hidupnya, Sahal selalu berupaya menghindari politik praktis.
"Beliau selalu menyampaikan bahwa NU hendaknya berada di tingkat 'high politic' bukan 'low politic' (praktis), sekalipun di lapangan masih tumpang tindih karena secara fisik jamaah NU terlibat politik praktis sebagai hak kewarganegaraan mereka," kata Hasyim di Jakarta, Jumat (24/1).
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok itu menambahkan, Kiai Sahal adalah pakar ilmu usul fikih, sehingga menelorkan 'fikih sosial' yang membawanya mendapatkan gelar doktor honoris causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
"Inilah yang menyebabkan pemikiran hukum Islam beliau kental, karena pemikiran beliau lebih beraliran manhaji daripada qouly," tutur Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini.
Sebagai negarawan, lanjut Hasyim, konsep Kiai Sahal tentang hubungan agama dan negara sangat jelas, yaitu beraliran inklusif substantif, sehingga menjamin terselenggaranya negara tanpa berhadap-hadapan dengan agama, dan menjamin agama tidak ditinggalkan oleh negara.
"Pemikiran beliau bersifat moderat, bukan ekstrem bukan pula liberal. Sebagai pemimpin beliau sangat mengayomi siapa saja dengan keluasan pikiran dan pemikiran, pemersatu, dan santun," katanya.
Lembut dan sabar
Anggota DPR RI Husnan Bey Fananie, menganggap kepergian Kiai Sahal adalah sebuah kehilangan besar. Mengingat Kiai Sahal juga merupakan sosok besar dan dianggap sesepuh NU dan pondok-pondok pesantren.
Semasa hidupnya, Kiai Sahal pernah mengajarkan Husnan soal nilai-nilai luhur. Di antaranya menjaga hati dari emosi dan angkara murka.
"Beliau mengajarkan kepada kita tentang keharusan menjaga hati dari emosi dan angkara murka," kata Husnan di Jakarta, Jumat (24/1).
"Beliau orang yang sangat lembut dan sabar," ujar Husnan menambahkan.
Mantan Staf Khusus Menteri Agama itu juga mengaku masih ingat betul tentang ucapan Kiai Sahal Mahfudz tentang kesabaran. Kemudian Husnan juga menilai almarhum sebagai ulama yang sangat peka terhadap masalah sosial di sekitarnya.
"Pernah beliau mengatakan kesabaran itu adalah senjata utama bagi umat muslim," katanya.
Sosok yang amanah
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (NU) Ali Masykur Musa menyebut Kiai Sahal sebagai tokoh yang mampu mengemban amanah sebagai pemimpin. Hal itu dibuktikannya sejak menjadi ketua umum PBNU sejak 2010 lalu.
"Mbah Sahal yang juga mengemban amanah sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama tiga periode ini adalah tokoh yang sangat disegani, bukan hanya karena ilmu, tetapi juga akhlaknya," kata Cak Ali, panggilan akrab Ali Masykur Musa.
Dalam berorganisasi, lanjut dia, Sahal adalah sosok yang sangat taat pada aturan organisasi yang ada, sehingga pengambilan keputusan selalu menunggu pendapat tokoh ini.
"Secara pribadi saya sangat kagum dan hormat pada almarhum Mbah Sahal. Banyak sikap politik saya yang dipengaruhi oleh pandangan beliau. Saya sangat terkesan saat menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana NU (ISNU), saya dilantik langsung oleh beliau, yang mana tidak biasa dilakukan sebelumnya," kata Cak Ali yang juga Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga:
Din: Bukan hanya MUI & NU, bangsa ini kehilangan Kiai Sahal
PBNU instruksikan Nahdliyin salat gaib untuk Kiai Sahal
Rois Am PBNU KH Sahal Mahfudz wafat