Kisah haru Nenek Murip, perjuangan janda pemulung naik haji
Kisah haru Nenek Murip, perjuangan janda pemulung naik haji. Di usianya yang waktu itu masih 30 tahun sekitar tahun 1987, dia berusaha keras mengumpulkan uang dari hasil mengumpulkan sampah disertai doa. Puluhan tahun dia menyisihkan uang untuk ongkos Naik Haji.
Nenek Murip, 70 tahun, pemulung asal Kabupaten Lamongan, Jawa Timur akhirnya memenuhi 'panggilan' ke Tanah Suci, Mekkah. Sejak puluhan tahun silam, nenek yang tinggal di Desa Bulubrangsi, Kecamatan Laren ini sudah bercita-cita menyempurnakan Rukun Islamnya yang kelima.
Seperti apa perjalanan Nenek Murip meraih mimpinya ke Tanah Suci? Sebagai seorang pemulung, mimpi memenuhi 'panggilan' Ilahi untuk berhaji sangat sulit terwujud. Mengingat mahalnya ongkos naik haji.
Namun, janda empat anak tidak patah arang. Di usianya yang waktu itu masih 30 tahun sekitar tahun 1987, dia berusaha keras mengumpulkan uang dari hasil mengumpulkan sampah disertai doa.
Sedikit demi sedikit, uang Nenek Murip terkumpul Rp 1 juta. Lantas dia menitipkan uang tersebut kepada teman baiknya. Hingga medio 2010, uang Rp 20 juta terkumpul.
"Kemudian uang itu saya daftarkan untuk ongkos naik haji," tutur Nenek Murip di Asrama Haji Surabaya, Jalan Sukolilo, Rabu (2/8).
Tahun 2011, di usianya yang mulai senja, Nenek Murip masih terus berusaha mengais rezeki dari sampah yang dipungutnya setiap hari. Tak hanya itu, keahlian memijat juga dimanfaatkannya untuk menabung.
"Dan Alhamdulillah, uang Rp 20 ribu sampai 50 ribu yang saya kumpulkan dari sampah dan mijat, dan saya tabung tiap hari bisa untuk berangkat haji," katanya.
Walhasil, buah dari doa dan ikhtiarnya selama bertahun-tahun, Tahun 2017 ini, Nenek Murip berangkat ke Tanah Suci. Dia masuk kelompok terbang (kloter) 18 jamaah calon haji (JCH) embarkasi Surabaya.
Di Tanah Suci nanti, Nenek Murip mengaku ingin berdoa agar dosa-dosanya selama hidup diampuni Allah. "Saya juga mendoakan anak-anak saya agar menjadi anak saleh dan bisa berhaji nantinya," akunya.
Nenek Murip dan kesederhanaannya
Sejak usia 30 tahun, Nenek Murip sudah gemar menabung demi cita-citanya berangkat berhaji. Sebagai janda dengan empat anak yang berprofesi sebagai pemulung dan tukang pijat, hidup Nenek Murip sangat sederhana.
Tiap hari dia hanya makan kerak (nasi kering) dengan lauk sayur. "Mbah (nenek) kalau makan cukup dengan daun singkong. Nggak pakai ikan," katanya.
Meski hidup sederhana, tidak membuat dia melupakan kegiatan sosial. Nenek Murip juga dikenal sangat peduli dengan sesama. Tak jarang, dia menyisihkan rezekinya untuk anak-anak yatim-piatu.
"Alhamdulillah rezeki itu selalu ada. Saya bekerja jadi pemulung dan tukang pijat, dapat uang. Sebagian saya kasih ke anak yatim dan orang miskin. Meskipun saya juga susah, tapi saya juga ingin beramal," tutupnya.