Kisah istri kedua rawat suami & istri pertama terinfeksi HIV
FN mengidap AIDS karena tertular suaminya KD (35), dia dan keluarganya pun pernah mengalami sulitnya diterima lingkungan
Satu Desember diperingati sebagai hari peringatan virus mematikan yakni Human Immunodefiency Virus (HIV). Virus HIV ini menjadi penyakit yang mematikan dengan nama AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome. Seluruh dunia memperingati akan bahayanya virus mematikan dan menular ini.
Namun, terkadang korban HIV/AIDS diasingkan dan dimusuhi oleh lingkungan sekitar. Alasannya jelas karena lingkungan khawatir tertular penyakit berbahaya tersebut. Seperti wanita asal Probolinggo yang berinisial FN (34), dia positif terkena AIDS sejak 1997. FN mengidap AIDS karena tertular dari suaminya KD (35), dia dan keluarganya pun pernah mengalami sulitnya diterima lingkungan sekitarnya.
Bagaimana cerita lika-liku FN dan suaminya yang menderita HIV/AIDS? Berikut rangkuman kisahnya:
-
Apa itu HIV/AIDS? HIV/AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (human immunodeficiency virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
-
Apa yang dimaksud dengan AIDS? Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah fase akhir dari human immunodeficiency virus (HIV). Saat awal terinfeksi HIV, umumnya ditandai dengan gejala seperti flu serta rasa lelah. Akan tetapi, apabila HIV berprogres menjadi AIDS, gejala yang lebih serius seperti penurunan berat badan yang drastis, kelelahan yang sangat parah, dan munculnya luka.
-
Siapa yang berjuang untuk sembuh dari penyakit HIV/AIDS? Hari AIDS Sedunia juga untuk berempati dan peduli kepada pengidap HIV/AIDS, sebab banyak orang yang sedang berjuang sembuh dari penyakit mematikan ini.
-
Kapan Hari AIDS Sedunia dicetuskan? Peringatan Hari AIDS Sedunia diketahui dicetuskan pertama kali oleh James W. Bunn dan Thomas Netter pada tahun 1987 lalu.
-
Di mana kasus HIV paling banyak ditemukan di Jawa Tengah? Dari ribuan kasus temuan HIV di Jateng itu, kasus terbanyak berada di Kota Semarang yang mencapai 331 kasus dengan penderita temuan paling banyak pada laki-laki.
-
Siapa yang paling berisiko terinfeksi HIV? PrEP biasanya diresepkan untuk orang yang berisiko tinggi tertular HIV, misalnya karena memiliki pasangan yang positif HIV, berhubungan seks dengan banyak orang, atau menggunakan narkoba suntik.
Kebiasaan KD menato tubuh membuat istrinya tertular HIV/AIDS
Sepasang suami istri dengan HIV/AIDS (ODHA) mengaku pernah mengalami masa-masa perlakuan buruk oleh lingkungan, ketika awal ketahuan terinfeksi penyakit mematikan itu. Pria berinisial KD (35) mengaku pasrah saat mengetahui dirinya terinfeksi sekitar tahun 2007. Selama sebulan dia harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit Saiful Anwar, Malang hingga kondisinya bisa bertahan seperti sekarang ini.
"Suami justru tidak tahu kalau terinfeksi HIV, saat di rumah sakit kondisi kritis, tidak tahu sakitnya apa. Justru setelah sembuh baru diberi tahu, takutnya saat itu ngedrop, enggak mau minum obat. Sengaja memang dirahasiakan, yang tahu cuma saya dan mertua," kata FN.
Sumber penularan, menurut FN, bermula dari suaminya yang selama ini menyukai tato. "Suami saya suka tato, jarum bergonta-ganti, bersama-sama. Dia seneng banget tato-tato di badannya, kemudian menularkan kepada saya," tegasnya.
FN yang rela rawat suami dan istri pertama
FN yang berstatus sebagai istri kedua, rela merawat istri pertama yang terindikasi terinfeksi hingga ajal menjemput. Demi kemanusiaan dirinya tidak bisa membiarkan saudaranya itu sakit tanpa ada yang merawat, sementara suaminya juga sering drop akibat penyakit yang sama.
"Dulu memang suami saya punya dua istri. Istri pertama awalnya tidak tahu (kalau HIV), sudah pisah ranjang. Istri pertama akhirnya meninggal. Tidak tahu pasti apakah istri pertama sebagai sumber penyakit atau dari dia (suami)," katanya.
Pernikahan KD dengan istri pertama dikaruniai satu anak, sementara dengan FN memiliki empat anak. Anak ketiga meninggal, diduga karena infeksi HIV/AIDS, karena memang tidak ada pemeriksaan. Namun dari empat orang anak KD semua dinyatakan negatif. FN mengaku sering secara bergantian merawat suaminya dan istri pertama yang ngedrop.
"Jadi ketika itu sering gantian, kalau dia (suami) sehat, istri pertamanya yang gedrop. Gantian, saya nungguin, setelah ngerawat suami ngerawat istri pertamanya. Saya yang ngerawat karena memang keluarga (istri pertama) tidak ada yang mau merawat. Nggak tahu ya, pokoknya ingin ngerawat saja. Nggak ingin apa atau apa, nggak tahu," urainya.
Namun keputusan FN merawat istri tua suaminya, juga karena ada tuduhan kalau dirinya menyantet atau guna-guna. Karena presepsi masyarakat di lingkungannya istri pertama sakit karena diguna-guna oleh FN. Akhirnya tuduhan itu dibuktikan dengan merawat hingga akhir hayatnya.
"Untuk membuktikan kalau saya tidak melakukan itu (santet). Satu bulan di rumah sakit Malang, di rumah saya yang ambilkan obat," katanya.
Suami bersyukur FN setia meski tertular HIV/AIDS
Sekian banyak kasus pasangan dengan HIV/AIDS (ODHA), akhirnya memilih berpisah dari pasangan setelah mengetahui positif terinfeksi. Bahkan di antara mereka tidak jarang saling menyalahkan, menuduh sebagai penyebab sumber penyakit mematikan itu. Namun berbeda dengan pasangan ODHA asal Probolinggo, KD (35) dan FN (34) yang memilih saling setia.
"Saya itu tanpa sadar, ketika salat malam itu sudah janji sama Yang di Atas. Asalkan dia (suami) dikasih kesembuhan, dikasih kesehatan, bagaimanapun tidak akan meninggalkannya. Tapi ya gimana lagi wong sudah kayak gini, saya juga sudah tertular, pasrah saja," kata FN.
KD bersyukur memiliki istri FN yang terus setia merawat, memberikan tiga anak, yang kebetulan negatif. Keduanya kini rutin terlibat menangani kasus-kasus HIV/AIDS.
Suami istri diusir warga karena urusan kamar mandi
Ketegaran FN (34) boleh dibilang luar biasa dalam menjalani cobaan. Hidupnya diuji oleh HIV/AIDS, yang juga mendatangkan masalah beruntun.
Pada situasi terpuruk seperti itu, lingkungan justru memberikan beban lain. Dia tidak diterima di lingkungan, karena khawatir penyakit itu akan menyebar ke seluruh warga di lingkungan RT dan RW tempat tinggalnya. Warga pun berniat mengusirnya.
"Karena memang dulu yang mengusir saya dari kampung itu Pak RT, saat di Probolinggo. Saya setelah tahu positif, pulang ke rumah ibu saya di Probolinggo. Waktu itu tidak ada yang tahu, terus kita itu sering dimintai tolong sama Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo, untuk mengantar orang HIV/AIDS (ODHA)," kata FN saat ditemui di warung remang-remang di Pasuruan, Senin (1/12) sore.
Awalnya waktu itu, seorang PNS terinfeksi di Probolinggo, karena belum ada alur kesehatan dan layanannya disuruh mendampingi untuk ke Malang. Orang tersebut sering datang ke rumah FN untuk konsultasi, terutama masalah minum obatnya.
"Namanya tetangga, di daerah kecil kan sering nguping, akhirnya tetangga depan rumah yang ngomong ke RT dan RW. Dia ngomong kalau saya dan suami punya penyakit kayak gini. Nanti takut keluarganya tertular juga, karena kan selokannya satu aliran, satu jalur sama kamar mandinya. Nanti takut kalau anak-anaknya main di selokan," kisahnya.
Anak tidak diterima sekolah akibat orangtua kena HIV/AIDS
Masalah belum berhenti begitu saja, meski sumpah tidak akan menularkan HIV/AIDS sudah dilakukan. Kini anak sulungnya kesulitan mendapatkan sekolah. Beberapa sekolah seperti mendapat intervensi untuk tidak menerima putranya, kendati saat itu dokter menyatakan negatif. Saudara-saudara yang semula dekat pun berubah sikap.
"Sempat anak yang besar tidak bisa sekolah, karena sama Pak RT wanti-wanti agar sekolah menolak, jangan sampai sekolah menerima anak saya. Takutnya nanti tertular juga, akhirnya anak saya tidak bisa sekolah. Saya memutuskan pulang ke rumah mertua di kabupaten. Anak saya sekolahkan di sana," tegasnya.
"Ada sepupu yang jadi bidan itu tidak mau periksa saya. Ketika itu bahkan saya sedang hamil anak ke empat tidak ada yang mau pemeriksa saya, harus ke Malang. Anak imunisasi pun tidak ada yang mau," terangnya berkaca-kaca.
FN dan KD pun akhirnya terpanggil untuk menyampaikan pendidikan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat. Karena pemahaman lingkungan yang salah selama ini telah membuatnya menjadi korban. Orang dengan HIV/AIDS tetaplah manusia yang ingin dihargai azasinya.
FN & KD berharap Jokowi bisa jamin obat HIV/AIDS tetap gratis
Pasangan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) asal Probolinggo, KD (35) dan FN (34) khawatir dengan kabar kemungkinan obat-obatan untuk mereka yang tidak gratis lagi. Lembaga funding internasional The Global Fund yang selama ini menanggung obat-obatan akan menghentikan hibah dalam waktu dekat. Sehingga kemungkinan para penderita harus membelinya dengan biaya sendiri ke apotek.
"Dengar-dengar isunya itu tidak akan dana dari donor lagi, funding dari luar tidak ada. Yang dikhawatirkan teman-teman ODHA itu kalau obat-obat yang dibutuhkan harus bayar. Kan mahal, jangan sampai obat-obatan itu beli. Saya saja tidak mampu kalau harus beli habis berapa untuk dua orang," katanya di Pasuruan, Senin (1/12).
Selama ini mereka mendapatkan obat-obatan secara gratis dari pemerintah. Bahkan beberapa daerah memberikan santunan kehidupan, seperti Kabupaten Probolinggo memberikan biaya hidup Rp 300 ribu per ODHA per bulan.
FN mencontohkan untuk membeli jenis obat Netiral yang bisa digunakan untuk 2 minggu dibutuhkan Rp 300 ribu berarti untuk sebulan Rp 600 ribu. Kalau jenis Duviral Rp 350 ribu untuk 2 minggu. Berarti kalau untuk satu bulan butuh 700 ribu.
"Kalau itu harus beli sendiri, istilahnya seperti pembunuhan massal, ODHAN-nya pelan-pelan akan habis mati sendiri. Mereka yang sudah semangat-semangatnya minum, nggak ada obatnya. Akhirnya gedrop-ngedrop kan mati pelan-pelan," katanya.
FN berharap pemerintahan Jokowi bisa menjamin para ODHA mendapatkan obat-obatan itu secara gratis. Rata-rata pasien dengan pendapatan menengah ke bawah. Mereka sangat kesulitan untuk mengeluarkan biaya yang begitu besar.
"Saya sendiri tidak akan bisa membeli obat itu. Kita berdua sudah berapa yang harus untuk beli obat-obatan," tegas FN yang kini banyak menangani kasus para ODHA.