Kisah seniman Lekra dipecat PKI karena selingkuh
Pada 1957 karier politik Soedjojono terhenti karena dia ketahuan selingkuh dengan Rosalina Poppeck.
Kasus sastrawan Sitok Srengenge yang menghamili RW (22), mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), pernah ada presedennya di dunia kesenian Indonesia. Pada 1957, seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Sindoesoedarsono Soedjojono, juga penah mengalami kasus serupa.
Bedanya, Sitok ketahuan mencabuli karena RW, korban yang sudah hamil 7 bulan dan akhirnya lapor polisi, sementara Soedjojono 'cuma' ketahuan selingkuh.
Soedjojono yang sudah tutup usia pada 25 Maret 1985 merupakan pelukis legendaris Indonesia. Bahkan, Sudjojono dijuluki sebagai Bapak Seni Rupa Indonesia Modern. Julukan ini diberikan kepadanya karena Sudjojono adalah seniman pertama Indonesia yang memperkenalkan modernitas seni rupa dengan konteks kondisi faktual bangsa Indonesia, khas seniman Lekra.
Menjadi seniman Lekra membuat Soedjojono tak berjarak dengan politik. Dia pun bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dikenal berafiliasi dengan para seniman merah relovusioner ketika itu. Bahkan, Soedjojono pernah duduk sebagai anggota DPR pada masa demokrasi liberal 1950-1959.
Namun, pada 1957 karier politik Soedjojono terhenti karena dia ketahuan selingkuh dengan Rosalina Poppeck, seorang penyanyi seriosa asal Makassar. Dia dipecat dengan tidak hormat oleh PKI, partai yang dikenal keras menindak anggotanya yang selingkuh dan poligami. Padahal, nama Soedjojono saat itu sudah tersohor di dalam dan luar negeri.
Dua tahun kemudian, Soedjojono digugat cerai oleh Mia Bustam, istri pertamanya yang telah memberinya delapan anak. Resmi bercerai, Soedjojono akhirnya menikahi Rosalina yang telah dicintainya secara sembunyi-sembunyi selama beberapa tahun. Dia pun mengganti nama istri barunya menjadi Rose Pandanwangi.
Soedjojono yang komunis dan Sitok yang liberal, bukan hanya berbeda ideologi. Penyelesaian kasusnya secara institusional pun berbeda. Soedjojono dipecat oleh PKI dengan tidak hormat, sementara Sitok mundur dari Komunitas Salihara, tempat dia bekerja sebagai kurator, tanpa sempat dikonfirmasi.
Bedanya lagi, pemberitaan pemecatan Soedjojono dimuat di halaman pertama Harian Rakyat, koran PKI. Sementara pemberitaan kasus Sitok di beberapa media yang dekat dengan Salihara dituding membiaskan persoalan sebenarnya.
(Dari berbagai sumber)