Komersialisasi air dinilai abaikan peran negara
"Pengawasan di lapangan lemah. Ini mengakibatkan eksploitasi sumber daya air menjadi tidak terkendali," kata Absori.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dinilai bisa membuka peluang privatisasi oleh swasta dengan mengabaikan peran negara. Hal itu dikatakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Profesor Absori, salah satu saksi ahli dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah merupakan pemohon uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang uji materi Undang-undang SDA itu dilanjutkan hari ini, Rabu (18/12).
Dalam sidang Absori menjelaskan, Pasal 9 ayat 1 UU SDA membuka peluang terjadinya privatisasi pengelolaan sumber daya air oleh swasta dan cenderung mengabaikan peran badan usaha negara, BUMN dan BUMD, seperti yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.
Menurut Absori, negara memang berwenang dalam soal pemberian izin pengelolaan air ke pihak lain. Namun dalam praktik di lapangan, pemberian izin tidak lebih bersifat prosedural dan formal.
"Tapi pengawasan di lapangan lemah. Ini yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya air menjadi tidak terkendali," kata Absori di hadapan majelis pleno MK yang diketuai Hamdan Zoelva di ruang sidang MK, Rabu (18/12).
Absori mencontohkan bagaimana di beberapa daerah terjadi pengambilan sumber daya air oleh perusahaan air minum melebihi ambang batas yang sudah ditentukan. Menurut dia, ada pengelolaan sumber daya air tanpa Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan mengakibatkan terjadi kerusakan lingkungan.
"Pemberian izin oleh pemerintah cenderung berorientasi pada keuntungan. Apalagi dalam era otonomi daerah saat ini. Pemda lebih mengejar pendapatan asli daerah (PAD). Sedangkan pengendalian dan pengawasan setelah izin dikeluarkan lemah, bahkan diabaikan," papar Absori.
Dengan kondisi demikian, dia melanjutkan, bisa dimanfaatkan oleh perusahaan air minum yang hanya berorientasi untung dalam mengeksploitasi sumber daya air. Hal itu dilakukan tanpa menghiraukan dampak terhadap kelestarian dan keberlanjutan sumber daya air itu.
Pengujian sejumlah pasal dalam UU SDA diajukan oleh PP Muhammadiyah, kelompok masyarakat, dan sejumlah tokoh di antaranya Amidhan, Marwan Batubara, Adhyaksa Dault, Laode Ida, M. Hatta Taliwang, Rachmawati Soekarnoputri, dan Fahmi Idris.
Penerapan pasal-pasal itu dinilai membuka peluang privatisasi dan komersialisasi pihak swasta atas pengelolaan SDA yang merugikan rakyat.
Pasal yang diuji adalah Pasal 7, 8, 9, 26, 38, 40, 45, 46, 47, dan Pasal 49 UU SDA. Pasal-pasal itu dianggap membuka peluang privatisasi dan komersialisasi air. Hal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.